"Jika sebaik-baiknya barometer kehidupan itu adalah Allah, kenapa kamu masih berusaha mencari kebaikan dari lisan manusia? Ingat tidak ada yang lebih baik dari Allah."
"Bhuhahahha.. Sya.. wajah kamu lucu.." Tawa Kafka menggelegar sambil memegangi perutnya.
Melihat seorang Kafka tertawa dengan lepas dengan refleks Keisya mengembangkan senyumnya.
"Sya senyum kamu manis." kata Kafka di sela tawanya.
Dengan seketika Keisya pun membalikkan badan nya membelakangi Kafka.
"Sya kamu marah ya sama saya." kata Kafka sambil membalikan tubuh Keisya ke hadapan nya.
Keisya hanya bisa menundukkan kepala nya. Sejujurnya ia tidak marah cuma malu.
Melihat istrinya hanya menunduk Kafka pun langsung mengangkat tubuh mungil Keisya ke kasur.
"Eh mas mau ngapain."
"Turunin dong aku takut nanti jatuh gimana." kata Keisya sambil berontak.
"Makanya kalo suaminya nanya itu di jawab jangan diam aja." kata Kafka sambil mengusap kepala Keisya dengan pelan.
Keisya yang di perlakukan seperti itu cuma bisa diam sambil menatap Kafka yang sedang sibuk membereskan mukena dan sajadah bekas mereka sholat tadi.
"Saya tau kok Sya. Saya itu ganteng jadi ngga usah di tatap begitu."
Mendengar perkataan Kafka. Dengan seketika Keisya pun mendelikkan mata.
"Ck siapa yang bilang mas itu ganteng?"
"Banyak kok salah satunya ummi." kata Kafka sambil berjalan ke arah mushola.
"Semua ibu kalo di tanya anaknya cantik ngga atau ganteng ngga? Pasti jawaban nya bagaimana pun anak ibu selalu cantik."
Kafka tersenyum sambil melangkah mendekati Keisya yang sedang duduk di pinggir kasur.
"Mas kenapa sih kok dateng dari mushola. Malah senyum-senyum sih. Kan aneh, mas ngga kesambet kan?" kata Keisya sambil menempelkan tangan nya di dahi Kafka.
Melihat tindakan yang dilakukan Keisya barusan. Membuat senyum Kafka mengembang. Ia tak menyangka bisa berinteraksi sedekat ini dengan istrinya.
"Ternyata dikhawatirkan oleh orang yang dicintai. Rasanya seindah ini. Ya Allah terima kasih kau telah mengabulkan doaku." batin Kafka sambil menatap intens kearah Keisya.
"Mas kenapa sih jangan bikin aku takut deh." kata Keisya sambil melambaikan tangannya di wajah Kafka.
Dengan refleks Kafka menangkap tangan Keisya.
"Sya kamu jangan takut saya ngga apa-apa kok.""Terus kenapa dari tadi senyam-senyum. Aneh tau ngga."
"Kamu jangan takut ya. Saya begini. Karena saya bahagia."
"Bahagia?"
"Iya saya bahagia."
"Mas bahagia karena apa?"
"Kasih tau ngga ya."
"Ih kok gitu, kata bang zaidan kalo bahagia itu ngga boleh di simpan harus di bagi mas."
"Begitu ya."
Dengan polos nya Keisya menganggukkan kepalanya, sampai rambutnya bergoyang. Sangat persis seperti anak kecil.
"Sini deh mas bisikin."
"Beneran mas aku boleh tau." kata Keisya antusias sambil memajukan kepalanya mendekati Kafka.
"Mas bahagia karena sekarang kamu banyak bicara. Mas suka kalo kamu cerewet seperti ini." kata Kafka sambil mengelus kepala Keisya dengan lembut.
Keisya yang menerima perlakuan Kafka hanya bisa diam. Ia tau cepat atau lambat ia harus bisa menerima suaminya ini.
"Emm... mas aku ngantuk. Izin tidur duluan ya."
"Iya, nanti kalo udah shubuh mas bangunin."
Keisya hanya mengangguk sambil menganbil posisi untuk tidur. Namun, keinginan nya untuk tidur terhenti. Ia mengakui saat tidur di dalam dekapan Kafka rasanya sangat nyaman. Tapi ia ragu untuk meminta Kafka melakukan nya lagi.
Kafka melihat istrinya bukan nya menutup mata dan memulai tidur malah menatap kearahnya.
"Kenapa? Hemh.. Kok ngga tidur?"
"Itu Keisya boleh nanya?"
"Boleh dong sayang."
"Apa yang membuat mas membatalkan pernikahan dengan mba Keira?"
"Mas juga ngga tau, yang mas tau saat ayah kamu menghubungi entah bisikan darimana kalau wanita yang dijodohkan oleh abi bukanlah orang yang saya pinjam nama nya disepertiga malam."
"Sepertiga malam? Maksudnya mas?"
"Sebelumnya mas minta maaf ya Sya udah lancang meminjam namamu."
"Mas ngga usah minta maaf, kan mas ngga salah. Tapi disini aku bingung kenapa mas membatalkan pernikahan dengan kak Keira. Dan kenapa malah memilih aku. Kita kan belum pernah ketemu."
"Mas membatalkan karena ada keraguan di hati mas. Dan mengenai mas memilih mu itu karena mas melihatmu di dapur dan menambah keyakinan mas kalau orang yang selama ini mas pinjam namanya adalah kamu. Sya.." Kata Kafka sambil menggenggam tangan Keisya.
Keisya hanya diam, ia bingung harus bagaimana. Di satu sisi ia merasa tidak enak dengan kembaran nya. Dan di satu sisi lagi ia belum bisa menerima suaminya ini.
"Sya.. kamu jangan mikirin hal ini ya. Saya tidak akan memaksa kamu buat menerima saya. Yang penting kamu merasa nyaman tinggal di rumah ini ya."
Keisya hanya mengangguk dan mulai mengambil posisi tidur kembali.
Kafka tau tidak semudah itu meluluhkan hati seorang Keisya. Tapi ia yakin dengan berjalan nya waktu istrinya itu akan menerima nya.
Assalamualaikum hai gimana kabar nya
Hari ini aku update lagii nih..
Semoga suka ya..
Maaf ya baru sempat up lagii.. semoga kalian ngga bosen nungguin Keisya..
Jangan lupa vote dan koment nya ya.. dan juga saran nya ya .. Terima kasih..
Salam cinta dari akuh..😍😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikatan Takdir
EspiritualKeisya tidak menyangka kepulangannya ke Indonesia, untuk menghadiri pernikahan kaka kembar nya. Malah berujung menjadi peristiwa khitbah dadakan untuk dirinya, yang di ajukan oleh calon kaka iparnya. Jika akhir-akhir ini dia tidak banyak mengecewak...