(6) Cinta atau Benci

190 28 15
                                    

[⚠️ : di dalam cerita aku menggunakan 2 marga, Huang dan Wong, sebagai nama marga yang berbeda. Ini hanya untuk kebutuhan cerita. Terima kasih.]

●●●

Hendery berlari keluar dari kamarnya setelah seorang pelayan rumah memanggilnya dengan suara panik. Inilah yang sering terjadi jika ada ayahnya di rumah, menganggunya. Pikir Hendery. Dia di beritahu kalau tuan Wong memaksa masuk keruangan khusus milik Hendery yang biasa dia gunakan untuk menyimpan barang-barangnya, PC dan dia juga suku cadang skateboardnya.

Hendery berhenti saat melihat ayahnya memegang sebuah kunci ruangan rahasianya. Hendery yang marah merebut kunci itu dari ayahnya, lalu dia melirik kearah pria paruh baya yang berdiri tak jauh dari ayahnya dan dia juga merupakan seorang kepala butler yang pastinya memegang semua kunci cadangan setiap pintu di rumah ini.

"Apa yang kamu lakukan?" tuan Wong melirik dengan tatapan dingin kearah Hendery yang membalas dengan ekspresi marah.

"Harusnya aku yang bertanya, apa yang kamu lakukan?!" balas Hendery membentak ayahnya dengan tatapan nyalang.

"Beraninya kamu berbicara seperti itu pada orang tua? Ini karena kamu bermain dengan barang rongsokan membuat dirimu menjadi liar, mau jadinya kamu nanti?"

"Barang rongsokan kamu bilang?!"

"Apa yang kamu harapkan dengan skateboardmu? Tidak bisa menghasilkan gaji yang tinggi. Bahkan jika kamu atlet pun tidak akan kaya hanya dengan itu?"

"Aku tidak ingin kaya, aku hanya suka bermain skateboard!"

"Hanya suka kamu bilang? Bermain skateboard tidak akan menghasilkan apa-apa! Hanya buat tubuh rusak saja! Skateboard juga buat kamu sama saja seperti berandalan di luar sana dan karena itu kamu buat malu ayah dan keluarga! Berhentilah bermain dengan rongsokan itu, hanya buang-buang waktu!"

"Berhenti mengatakannya barang rongsok!" melihat anaknya kembali melawan membuat tuan Wong mengangkat tangannya ingin melayangkan pukulan.

"Suami!" bentak nyonya Huang kearah suaminya dan menghadang badannya untuk melindungi Hendery dibelakangnya. Membatalkan tangan tuan Wong yang hampir memukul anaknya. Hendery bergeming, menatap datar ayahnya.

"Jangan memukul Kun-er lagi! Berhenti bersikap kasar padanya!"

"Kamu terlalu memanjakannya, istri."

"Aku tidak! Kamu yang terlalu keras padanya dan membuatnya memberontak, aku sendiri juga kesal dengan sikap burukmu ini pada anakmu sendiri."

"Aku hanya mendidiknya agar tidak menjadi aib bagi keluarga-" tuan Wong membentak tetapi nyonya Wong membalasnya.

"Itu bagi keluargamu, bukan keluargaku!" teriaknya. Isak dari nyonya Huang hampir tidak tertahankan. Dia menatap tajam suaminya dengan mata berkaca-kaca.

"Aku sangat memperhatikan nilai-nilai akademiknya, tidak satupun yang rendah. Kun-er, tidak peduli apapun yang dia inginkan, asalkan dia tidak menurunkan prestasinya aku tidak akan melarangnya. Tidak sepertimu yang hanya tau bersikap kasar pada anakmu!"

Hendery mendecih pelan mendengar penuturan ibunya.

Lagi, itu lagi yang mereka debatkan. Selalu hal yang sama. Begini mereka jika berdebat masalah anak-anak mereka.

Hendery di dalam hati tidak tahu harus bersyukur atau mengumpat kalau mendengar sisi buruk ibunya, ibunya juga sama buruknya. Beliau selalu menuntut nilai akademik dan prestasinya di tingkat atas. Jika nilainya tidak sesuai harapannya, maka akan sama saja perlakuan yang dia dapat seperti yang ayahnya lakukan.

Tidak ada kata nilai merah dan lelah untuk mendapat peringkat nomor satu bagi ibunya untuk anak-anaknya. Dia pikir inilah yang terbaik, tapi tetap saja egois.

Bad romance. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang