11

48 7 1
                                    

Belum genap tiga jam Kaisar tidur, tapi dering ponsel yang entah sudah berapa kali berbunyi pagi ini memaksanya untuk membuka mata. Kaisar yang awalnya tidak ada niatan untuk menjawab terpaksa bangkit dari kasur dan meraih ponselnya yang ada di atas meja. Saat melihat nama Kania Amandita yang muncul di layar, Kaisar langsung menerima panggilan tersebut sembari kembali ke kasur.

"Kai?" Kania membuka pembicaraan setelah tidak terdengar nada tunggu lagi.

"Hm?"

"Masih tidur?"

"H-hm."

Terdengar Kania mengembuskan napas di ujung telepon. "Pak Nugi barusan telepon gue, katanya dia telepon lo tapi nggak diangat. Pantes, orang sekarang aja lo masih tidur."

"Ada apaan, Ya?"

"Pak Nugi mau ketemu lo hari ini."

"Jam?"

"Dia tadi bilang sih ada di kampus sampai sore. Tapi kalau lo bisa secepatnya, lebih baik sih. Takutnya kalau sore-sore, mood Pak Nugi udah keburu jelek."

"Ya udah, nanti gue ke kampus."

"Mau ditemenin, nggak?"

"Nggak usah, gue sendiri aja."

"Beneran? Gue nggak minta jemput, kok!"

Kaisar tertawa kecil. "Beneran, gue sendiri aja."

"Oh, oke deh. Kabarin ya kalau ada apa-apa."

"Iya."

"Oke. Da-dah, Kaisar!"

Setelah panggilan telepon selesai, Kaisar mengusap kasar wajahnya. Ia terlalu lelah untuk bangkit dari kasur, tapi ia juga masih ingin lulus tepat waktu. Kaisar tahu, Pak Nugi memanggilnya pasti karena nilai individunya yang terbilang jelek. Maka dari itu, Kaisar dengan susah payah berusaha memaksa badannya untuk bergerak menuju kamar mandi dan bersiap untuk berangkat ke kampus.

Kaisar sudah siap, dan sekarang mencoba melihat pantulan dirinya di cermin yang sudah tidak utuh lagi. Cermin yang beberapa bagian kacanya sudah hilang, pecah seribu setelah ia tinju beberapa hari yang lalu. Setelah Kaisar puas dengan penampilannya, ia meraih tas dengan isi buku mata kuliah kemarin dan langsung meninggalkan kamar.

***

"Kalau memang sulit, kamu bisa bicara dengan temanmu. Kania contohnya. Setahu saya kamu dekat dengannya."

Kaisar tersenyum pada Pak Nugi yang mengantarnya hingga ke ambang pintu ruang dosen. "Siap, Pak. Makasih banyak sudah memperhatikan saya."

"Kamu anak saya, jelas harus saya perhatikan," jawab Pak Nugi sembari menepuk bahu Kaisar beberapa kali. "Hati-hati pulangnya."

Setelah menyalami Pak Nugi, Kaisar mulai melangkah meninggalkan gedung A. Niatnya untuk langsung pulang diurungkan karena perutnya yang sudah meraung minta diisi. Jadi lah Kaisar memilih untuk ke kantin terlebih dahulu karena pasti tidak ada makanan di rumah. Terik sinar matahari membuatnya terus berjalan di bawah bayangan pohon hingga sampai di kantin.

"Kaisar Baskaraaaa!!!"

Suara yang sudah sangat akrab ditelinga Kaisar membuat langkahnya terhenti. Kaisar memutar badannya, mendapati Kania berlari ke arahnya dengan tote bag yang terlihat penuh menggantung di bahu kirinya.

"Kenapa lari-lari sih?" Kata Kaisar sembari mengambil tote bag dari bahu Kania. "Terus juga kenapa nggak bilang kalau lo ke kampus?"

"Gue nggak mau lo jemput gue. Nggak nginep di rumah Kak Bima, kan?"

Klandestin Sang KaisarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang