15

46 6 1
                                    

Pertarungan hidup dan mati mereka selesai tepat saat lembar jawaban dikumpulkan. Mahasiswa yang sudah selesai satu per satu keluar dari kelas untuk menghirup udara kebebasan. Tidak terkecuali Kaisar. Ia bahkan langsung berjalan cepat untuk keluar kelas dengan masih memegang pulpen dan kertas buram berisi coretan perhitungannya.

"Kaisar!"

Panggilan Kania tidak Kaisar indahkan. Ia memilih untuk terus berjalan dan membuat Kania serta dua temannya yang lain kebingungan.

"Tumben Kaisar nggak ngajak lo pulang bareng?" tanya Arka pada Kania saat mereka sudah berada di luar kelas bersama.

"Nggak tau," jawab Kania. "Mana dia tadi kayak buru-buru banget lagi."

"Dia nggak bilang apa-apa sama lo, Ya?" Kini Anggi yang bertanya.

Kania menggeleng. "Aneh, kan."

"Biarin aja, mungkin Kaisar lagi ada hal mendesak," Kafi yang sedari tadi hanya mendengar kini ikut buka suara. "Kalau ada sesuatu, dia pasti bilang ke Kania, atau kalian berdua."

"Ada benarnya omongan Kak Kafi," kata Arka yang disetujui pula oleh Kania dan Anggi. "Lo jadi ketemu Kak Bima hari ini kan, Ya?"

"Jadi kok, ini gue mau langsung ke mall buat ketemu Kak Bima sama Kak Angel." Jawab Kania.

"Kabarin kita ya, Ya." Kata Anggi yang dijawab anggukan oleh Kania. "Happy holiday, guys. Sampai jumpa dua bulan lagi."

"Nggak sampai seminggu lagi juga lo yang paling ribut ngajak main bareng." Kata Arka.

"Diem!"

Kania tertawa. "Gue duluan, ya. Happy holiday!"

Setelah memeluk Anggi cepat dan ber-tos ria dengan Arka, Kania mulai berjalan meninggalkan area depan kelas tempatnya ujian tadi. Kafi pun mengikuti Kania setelah melambaikan tangan pada Arka dan Anggi. Langkah Kafi yang lebar mampu dengan cepat mensejajarkan langkahnya dengan Kania.

"Gue antar, ya?"

Kania menoleh. "Nggak usah, Kak. Gue naik ojol aja."

"Jangan halangi usaha gue dong, Ya," kata Kafi sembari memasang ekspresi wajah memohon, persis seperti bayi yang ingin menangis. "Lagipula, kayaknya lo dan dua teman lo itu lagi mau melakukan sesuatu untuk Kaisar. In a good way of course. Makanya, gue jadi mau ikut bantu juga."

"Bukannya lo bilang Kaisar itu musuh? Kenapa sekarang jadi mau bantu?"

"Alasan kemanusiaan."

Kania terkekeh kecil. "Berat banget bahasanya."

Kafi ikut terkekeh. "Jadi... gue boleh antar lo, ya? Kali aja nanti gue bisa ikut bantu ngomong, gue jago ngomong menyesuaikan alur, kok."

"Makasih, tapi nggak usah, Kak. Biar gue sendiri aja."

"Kania..."

"Apa?"

"Mau ikut..."

Kania menghela napas. Ia ingin pergi sendiri, bicara sendiri dengan Bima dan Angel, tapi laki-laki yang umurnya dua tahun diatasnya ini terus merengek ingin ikut. Bahkan Kafi terus memasang wajah memelas sepanjang mereka berjalan di koridor, juga sampai Kania memberikan jawaban.

"Ikut ke mall boleh, tapi biar gue sendiri yang ngomong sama Kakaknya Kaisar."

"Deal!" Ekspresi wajah yang tadinya seperti ingin menangis langsung berubah ceria saat Kania mengizinkan Kafi ikut dengannya. Tanpa aba-aba, Kafi menggenggam tangan Kania dan sedikit menariknya menuju ke parkiran mobil. Langkah Kafi yang besar sempat membuat Kania harus berlari kecil untuk mengimbanginya, namun satu pukulan yang ia daratkan di lengan Kafi mampu memperlambat langkahnya dan membuat Kania bisa berjalan dengan tempo normal lagi.

Klandestin Sang KaisarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang