26

34 6 4
                                    

"Anak anj—"

Tidak ada kesempatan bagi Arka untuk melanjutkan kalimatnya setelah Anggi memukul lengannya cukup keras. Hari ini empat sekawan—yang diinisiasi oleh Arka—akan pergi bersama setelah perubahan jadwal yang Kaisar minta kemarin. Sejujurnya, awalnya Arka tidak bilang kalau akan pergi berempat pada Kaisar, baru pagi tadi ia mengatakannya.

"Jangan suka ngomong jelek begitu." Kata Anggi.

"Gue kesel, Nggi. Dia yang minta reschedule, eh, dia yang ilang nggak ada kabar sekarang," protes Arka. "Mau nunggu sampai jam berapa, coba?"

"Siapa suruh lo bilang kalau kita bakal jalan berempat."

Selain rumah Kania, rumah Arka menjadi pilihan lain untuk mereka berempat berkumpul sebelum pergi ke suatu tempat. Untuk kali ini, mengingat salah satu temannya sedang berusaha membangun tembok dengan temannya yang lain, rumah Arka lah yang menjadi pilihan tepat untuk saat ini.

"Biasanya juga biasa aja, kadang mereka juga ke sini bareng."

"Tapi keadaan sekarang lagi nggak kayak biasanya, Ka," kata Anggi. "Kania gimana?"

"Tadi dia bilang udah jalan sih, paling sebentar lagi sampai."

"Oh, here they are. The lovebirds."

Mendengar ucapan Anggi, Arka pun mengalihkan pandangannya dari ponsel. Ia menyangka ucapan Anggi barusan untuk menggambarkan tentang Kaisar dan Kania yang datang bersama. Kenyataannya, mobil Kafi yang baru saja tiba di depan pagar rumah Arka. Bukan motor milik Kaisar.

"Udah makin dekat ya mereka."

"Ya ... like what you see lah, Nggi."

"Kaisar gimana?"

Arka mengangkat kedua bahunya. "Cuma Kaisar sendiri sama Tuhan yang tau gimana."

Kurang dari lima menit kemudian, Kania sudah berada cukup dekat dengan Arka dan Anggi. Ia melambaikan tangan, diikuti Kafi yang berada di belakangnya sembari tersenyum khas milik lelaki itu.

"Hai," Sapa Kania lengkap dengan senyum, diikuti Kafi yang juga ikut menyapa. "Kaisar mana?"

"Nomornya aja nggak aktif, Ya. Gimana bisa tau anak satu itu ada di mana." Jawab Arka setelah membalas sapaan Kania.

"Lho, tadi gue liat dia ada di rumah kak Bima. Kak Kafi juga liat," Kania menoleh pada Kafi. "Iya, kan, Kak?"

Kafi mengangguk. "Tadi Kaisar lagi duduk di motor, entah baru sampai atau mau pergi. Makanya gue sama Kania langsung aja berangkat tanpa ajak dia bareng."

"Anak anj—" sekali lagi, lengan Arka dipukul cukup keras oleh Anggi. "Anggi!"

"Mendingan kita ke rumah kak Bima deh, yuk. Kita seret aja si Kaisar." Kata Anggi seraya bangkit dari duduknya.

Arka yang ikut bangkit menandakan bahwa dirinya setuju dengan Anggi. Setelah berpamitan dengan orang tua Arka, mereka pun bersiap berangkat.

"Kok lo bisa anter Kania, Kak?" tanya Arka pada Kafi sembari mereka berjalan meninggalkan teras rumah Arka.

"Gue abis main basket di gor dekat perumahan Kania. Tadinya mau gue mau ngajak lunch bareng, tapi karena udah ada janji sama kalian, ya ... gue ngalah dong." Jawab Kafi. "Kalian mau ke mana hari ini?"

"Tadinya mau ke Grand Dean, tapi pindah ke Kota Plaza aja deh. Hari gini Grand Dean pasti rame."

"Kota Plaza?" Suara Anggi lebih terdengar sebagai sebuah protes dibandingkan pertanyaan.

"Lebih dekat dari tempat bang Bima, kan? Males ya gue nyetir jauh," kata Arka. "Udah, ayo."

"Gue duluan, Kak." Pamit Anggi pada Kafi.

Klandestin Sang KaisarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang