Sudah sejak pukul sebelas lebih dua puluh tiga menit tadi Kaisar duduk di lantai teras rumah Kania. Setelah mendarat tadi, Kaisar tidak langsung berpisah dengan Bima untuk pulang melainkan ikut dengannya karena ia ingin menemui Kania dan memberinya oleh-oleh. Namun karena tidak memberitahu Kania kalau ia akan datang, terpaksa Kaisar menunggunya sampai langit sudah mulai gelap—masih lengkap dengan tas ransel dan kacamata hitam yang ia gantung pada kaitan kancing kemejanya.
Suara deru mesin mobil yang berhenti di depan rumah Kania membuat Kaisar yang sudah akan terlelap kembali membuka matanya. Kania dan orang tuanya tiba.
Kaisar bangkit dari tempatnya duduk yang sejak siang tadi tidak bergeser, lalu berjalan menghampiri Kania yang masih berdiri di samping pagar dengan senyum yang merekah.
"Hai!" sapa Kania sembari melambaikan tangan. "How's Bali?"
"Pretty good," Jawab Kaisar sembari menyodorkan satu tas kertas cokelat pada Kania. "Nih."
"Kaisar," Suara papa Kania membuat Kaisar membalikkan badan. Sudut bibirnya terangkat sedikit, lalu ia mengulurkan tangan untuk menyalami orang tua Kania. "Asyik nih yang baru pulang liburan."
"Asyik dong, Om."
"Kamu baru sampai atau gimana, Nak?" kali ini mama Kania yang bersuara.
"Dari setengah dua belas tadi sih, Tante. Aku landing jam setengah sepuluh tadi."
Mata Kania membulat. "Kenapa nggak ngabarin gue?!"
Hanya ada dua bahu yang terangkat dari Kaisar sebagai jawaban. He just wanna give you a little surprise, Kania.
"Ayo Kaisar ikut masuk dulu, makan malam sama kita." Ajak mama Kania.
"Nggak usah, Tante. Makasih. Udah gelap jadi Kaisar mau pulang aja, takut dicariin Papa." tolak Kaisar sopan. "Kaisar pamit, ya."
Kaisar kembali menyalami kedua orang tua Kania, kemudian ia mengambil ranselnya yang masih tergeletak di teras dan bersiap untuk pulang. Kania yang masih berdiri di samping pagar pun berniat menunggu Kaisar hingga ia dijemput atau pesanan ojek online-nya datang.
"Pai susunya banyak banget, Kai. Ini untuk Anggi sama Arka sekalian?" tanya Kania setelah melihat isi tas kertas yang Kaisar berikan.
"Itu punya lo semua, punya Arka sama Anggi gue simpan di rumah bang Bima."
"Tapi ini banyak banget?"
"Malam ini aja lo bisa habis satu kotak sendiri." Kata Kaisar yang membuat Kania tertawa. "Gue balik ya, Ya."
Kania mengangguk. "Diantar kak Bima?"
Kaisar mengangguk, lalu ia melambaikan tangan sebagai salam.
Baru Kaisar akan melangkah, sebuah mobil sedan keluaran terbaru berwarna hitam mendekat dan berhenti tepat di depan rumah Kania. Mesin mobil dimatikan, sang pemilik mobil pun keluar. Laki-laki itu tersenyum pada Kania, yang dibalas dengan senyuman yang tidak kalah manis dari Kania.
"Kaisar?"
"Lho, Mas Jiel kenal sama Kaisar?" Kania terkejut.
Jazziel—atau yang Kania panggil Jiel—menggeleng. "Kamu bilang ada satu teman cowokmu yang namanya Kaisar sering datang ke rumah sampai dianggap anak sama mama papamu, so I assume he is Kaisar karena dia ada di sini sekarang."
"Tebakanmu benar," kata Kania, kemudian ia mengenalkan keduanya. "Kai, ini Mas Jiel—"
"Nama saya Jazziel, Kania."
Kania memutar bola matanya. "Kai, ini Mas Jazziel. Mas Jiel, ini Kaisar."
Kaisar dan Jazziel saling berjabat tangan, namun ekspresi wajahnya sangat kontras. Jazziel dengan senyum manisnya, dan Kaisar dengan muka datarnya seperti biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin Sang Kaisar
Fanfiction"Nggak semua tentang gue harus diceritain, kan?"