13

50 7 1
                                    

Tidak adanya perkuliahan hari ini Kania dan Anggi manfaatkan untuk pergi bersama ke perpustakaan fakultas untuk mulai melihat judul skripsi milik kakak tingkat mereka, guna menjadi acuan mereka yang akan mulai menulis skripsi semester depan. Jangan tanya di mana Kaisar dan Arka, mereka hanya membaca pesan di grup tanpa memberikan balasan.

Saat keadaan perpustakaan mulai sepi seiring dengan jam dimulainya kelas siang, Kania pun menyudahi agendanya meneliti lebih dari delapan judul skripsi yang menarik perhatiannya. Ia merunduk, lalu menempelkan dahinya di atas tumpukan skripsi itu.

"Pasti kurang tidur lagi." Kata Anggi masih sibuk membalikkan halaman skripsi yang sedang ia baca.

"Nggak, beberapa hari ini gue udah jadi manusia normal dengan jam tidur yang normal juga."

"Kalau gitu, sekarang kenapa?"

Kania menghela napas berat. "Gue sok kecantikan banget deh kayaknya, Nggi."

Anggi menatap Kania. "Kenapa tiba-tiba ngomong begitu?"

"Terakhir gue balik bareng Kak Kafi kan gue ngomongin Kaisar, eh dia nggak mau gitu bahas tentang Kaisar. Dia bilang kalau Kaisar itu musuhnya," kata Kania menjelaskan. "Terus gue bilang dia harus berusaha lebih keras supaya gue nggak bicarain Kaisar di depan dia."

"Terus, letak sok cantiknya di mana?"

"Ya itu, gue nyuruh Kak Kafi berusaha lebih keras. Seakan bilang 'lo kalau suka sama gue ya usaha lebih keras, dong!' dih, siapa gue berani ngomong begitu ke Kak Kafi?"

Anggi menutup skripsi di depannya, lalu menaruh fokus penuh pada Kania. "Gue rasa lo nggak salah. Wajar lah lo bilang begitu, toh Kak Kafi juga yang bilang sendiri mau pdkt sama lo. Masa baru ngedeketin aja udah berani larang-larang, gimana nanti kalau udah jadian?"

"Kalau gue diserang sama pasukan pecinta Kafi Raditya gimana, Nggi..." Kania mulai merengek.

"Ah, udah konslet nih," Anggi merapikan seluruh skripsi yang ia bawa, memakai tasnya, lalu bangkit dari tempatnya duduk. "Udah cukup hari ini. Ayo balik."

"Nggi... jawab dong..."

Anggi tidak menjawab, melainkan langsung melangkah menuju meja penjaga perpustakaan untuk mengembalikan skripsi yang ia baca. Tidak mau ditinggal, Kania akhirnya dengan cepat merapikan mejanya dan langsung menyusul Anggi.

Matahari tidak muncul sejak pagi, membuat keadaan terasa sejuk—hal yang jarang sekali dirasakan saat Kania berada di sekitar perpustakaan yang hanya ada sedikit pohon. Mereka berdua terus berjalan sembari merencanakan ke mana tujuan dan apa yang akan mereka lakukan sepulang dari kampus. Sayang pakaiannya kalau hanya untuk ke kampus sebentar, katanya.

"By the way, kelas ganjil udah ambil nomor ujian belum sih?" tanya Kania saat teringat ujian akan dilangsungkan kurang dari dua minggu lagi.

"Besok sih katanya, mungkin satu jurusan dibuat bareng. Kan kita ujian sekelas juga nanti."

"Masa? Gue belum dapat broadcast dari ketua kelas sih," Pandangan Kania tercuri oleh dua sosok yang sangat ia kenal sedang berbincang di beranda gedung A. "Lah, itu Kaisar."

"Ngapain dia sama underboss mafia?"

Kania terkekeh. "Pertemuan rutin sama Pak Nugi sebelum ujian pasti, gue tinggal tunggu giliran aja nih."

Kania yang tadinya ingin langsung melangkah ke koridor, langsung berubah haluan menuju gedung A. Tanpa berpikir ia melangkah mendekat pada Kaisar dan Pak Nugi yang masih berbincang. Menyadari adanya orang lain, Pak Nugi langsung menoleh. Kania dan Anggi yang sudah berada dalam jarak yang sangat dekat pun langsung menundukkan kepala dan tersenyum untuk menyapa.

Klandestin Sang KaisarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang