27

28 4 2
                                    

Sunyi yang tenang tanpa rasa canggung dalam perjalanan yang Kania rindukan, hari ini bisa kembali ia rasakan. Sang tokoh utama dalam perjalanan kini duduk tenang di sebelahnya sembari memandang ke depan. Bus kota menjadi alat transportasi yang mengantar mereka berdua pulang siang ini—Kania yang meminta, karena jika menggunakan taksi online, mereka bisa tiba di rumah satu jam lebih cepat dibandingkan bus kota.

Namun, sunyi yang tenang kali ini terasa berbeda. Bahkan udara disekitar terasa lebih dingin dari yang seharusnya.

"Ya,"

"Hm?"

Kania merespon cepat. Ia tidak ingin kehilangan kesempatannya untuk berbincang dengan Kaisar. Sayangnya, semangat Kania perlahan luntur karena Kaisar tidak lagi melanjutkan ucapannya untuk beberapa menit setelahnya.

"Kenapa, Kai?"

"Gue boleh tanya?"

Kania terkekeh. "You don't need my permission, Kai. Go on."

"Lo cinta sama kak Kafi?"

Senyum yang Kania tunjukkan justru membuat Kaisar khawatir, tapi di lain sisi, Kaisar tahu kalau ia tidak memiliki hak untuk melarangnya. Memangnya, siapa Kaisar?

"Sayang, belum cinta."

Kaisar mengangguk mengerti dan merasa tidak perlu bicara apa pun lagi pada Kania. Karena sejatinya, selama ini orang yang sedang berada di fase pendekatan dan menjalin hubungan, omongan orang lain hanya akan dianggap angin lalu—setidaknya itu lah yang Kaisar tahu.

"Mau mampir dulu, nggak? Papa sama mama ada di rumah, kok. Kita nggak akan di grebek Pak RT."

Setelah hampir satu jam tiga puluh menit perjalanan yang didominasi dengan keheningan, Kania akhirnya kembali buka suara setelah mereka berdua tiba di depan rumahnya.

"Orang tuamu yang satu ini udah kangen berat sama anak laki-lakinya."

Kalimat penutup dari Kania membuat Kaisar mengangguk setuju untuk mampir tanpa harus berpikir lagi. Memang benar, sudah cukup lama sejak dirinya terakhir kali bertemu dengan orang tua Kania. Mungkin hari ini memang sudah saatnya ia kembali merasakan kehangatan yang ia rindukan.

Terlihat jelas binar bahagia di mata Mama dan Papa Kania saat melihat Kaisar. Mama yang langsung memeluk, dan Papa yang langsung mengusap puncak kepala Kaisar. Kania yang berdiri di sebelahnya pun ikut merasa senang karena akhirnya kembali bisa melihat senyum tulus nan hangat yang Kaisar tunjukkan hanya saat dirinya sedang bersama orang tuanya, atau bersama dengan Bima dan Angel.

"Kania ke kamar dulu, ya. Puas-puasin deh kangen-kangenan sama anak laki-laki kalian itu."

"Nggak usah disuruh juga Papa pasti puas-puasin deh."

"Mama juga," jawab Mama tidak mau kalah. "Kaisar mau makan apa?"

"Apa aja yang Tante kasih, Kaisar makan."

Seperti anak rantau yang telah lama tidak pulang, Kaisar benar-benar disambut seperti raja. Kepala Kaisar yang sejak tadi berat dan terasa penuh, saat ini terasa ringan dan semua beban hilang.

"Kamu ke mana aja sih, Sar? Biasanya hampir tiap hari ke rumah atau main ke toko, ini udah lama banget nggak ke sini." Tanya Mama seraya meletakkan es jeruk di atas meja.

"Iya, Si kembar beda orang tua juga jarang-jarang main ke sini," sambung Papa. "Yang sering tuh si ... Kafi ya, Ma, namanya? Sering ke sini dia."

"Iya, Kafi," jawab Mama. "Kamu udah berteman sama dia belum?"

"Lho, itu bukan teman Kaisar juga?"

"Bukan, waktu itu sih katanya belum masuk kriteria. Iya, kan, Sar?"

Klandestin Sang KaisarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang