35

27 3 0
                                    

Satu kotak berisi berbagai macam roti dari toko roti keluarga Kania berada di tangan kanannya sementara tangan kirinya mengayun bebas mengikuti langkah kaki Kania menuju rumah Bima. Sesungguhnya roti-roti ini hanya sebuah alasan, sedangkan alasan sebenarnya adalah karena Kania ingin menanyakan keberadaan Kaisar kepada keluarga Kaisar satu-satunya yang ia ketahui keberadaannya.

Kedatangan Kania disambut oleh Bima dan Angel yang ternyata baru saja sampai setelah membawa Bimbim untuk grooming. "Ini Kania bawain roti buat ngemil." Kata Kania sembari menyerahkan kotak pada Angel.

"Makasih, lho, Kania." Kata Angel.

"Masuk dulu, yuk. Angel tadi buat jus semangka, seger nih diminum siang begini." Kata Bima yang kemudian melangkah masuk dan diikuti Kania di belakangnya.

Hampir tiga puluh menit Kania berada di rumah Bima, berbincang dengan sang pemilik rumah juga bermain bersama Bimbim yang sudah lama tidak ia temui. Selama waktu berjalan, Kania berusaha mencari bahasa dan celah yang tepat untuk dirinya menanyakan tentang Kaisar, namun hingga topik bahasan mereka habis, pertanyaan itu masih belum juga terucapkan. Tapi, tujuan Kania datang hari ini harus tercapai, kan?

"Oh iya," Kania kembali membuka suara. "Kaisar ada datang ke sini nggak, Kak? Udah beberapa hari ini Kania coba hubungi nggak pernah bisa."

"Kemarin dia ke sini," Kania langsung menegakkan badan menunggu kalimat selanjutnya dari Angel. "Tapi nggak lama, keburu Papanya datang."

Keburu Papanya datang?

"Aku aja nggak sempat ketemu sama Kaisar," tambah Bima. "Sekarang juga nomornya nggak aktif."

"Kak Bima tau Kaisar di mana? Kania mau ketemu."

Bima menggeleng. "Biarin aja dulu, Kaisar lagi mau sendiri mungkin. Nanti juga pasti balik kalau udah bosan sendirian."

Dibalik kalimat Bima, Kania tahu terselip rasa khawatir di sana, hanya saja Bima berusaha percaya pada adik satu-satunya itu.

"Permisi, Bang Bima," Suara dari luar membuat seluruh orang yang ada di dalam rumah menoleh, yang kemudian mendapati Arka datang dengan helm yang masih berada di kepalanya. "Bang, gue mau—eh ada Kania juga. Hai, Ya."

Kania melambaikan tangannya. "Dari mana, Ka?"

"Dari rumah, gue mau pinjam dongkrak. Ada, nggak, Bang?"

"Ada. Masuk dulu, biar gue ambilin." Kata Bima lalu bangkit dan berjalan ke belakang.

"Masuk dulu, Arka. Minum dulu." Kata Angel.

Arka pun melangkah masuk dan mengambil tempat duduk di sebelah Kania yang sedang memangku Bimbim yang tertidur. Segelas jus semangka tandas dalam hitungan detik, bersamaan dengan Bima yang kembali dengan membawa dongkrak yang dibutuhkan Arka.

"Gue pinjem dulu ya, Bang." Kata Arka sembari memasukkan dongkrak tersebut ke dalam ranselnya, yang dijawab dengan acungan jempol oleh Bima.

"Eh, Ka, By the way lo tau Kaisar ada di mana, nggak? Udah beberapa hari gue coba hubungi tapi nggak pernah bisa." Tanya Kania. Ia yakin Arka tahu karena Kaisar yang selalu berbagi apa pun dengan Arka.

"Nggak," jawab Arka cepat. "Gue sangka lo ke sini karena mau ketemu Kaisar di sini?"

"Lo bohong, ya?"

"Bohong apaan sih?"

"Kaisar pasti ngasih tau lo dia ada di mana, kan?"

"Arka, please."

"Plas, plis, plas, plis, gue nggak tau, Ya."

"Lo tuh kalau bohong kelihatan, tau?"

"Kania," Suara Bima menghentikan percakapan—atau hampir adu mulut—Kania dan Arka, membuat mereka berdua menoleh ke sumber suara. Bima tertunduk, menghela napas berat sebelum kembali mengangkat kepalanya. "Jangan dipaksa."

Klandestin Sang KaisarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang