33

25 4 0
                                    

Jika tenang setelah ribut adalah hal yang sangat disukai kebanyakan orang, hal tersebut tidak berlaku bagi Kaisar. Hidupnya tidak terbiasa dengan suasana tenang, membuatnya justru selalu was-was saat ia berada di suasana asing—suasana tenang.

Sudah dua hari Kaisar tinggal di rumah kos. Satu hari kemarin ia habiskan dengan diam di dalam kamarnya, sesekali ia keluar untuk membeli makan dan memastikan bahwa tidak ada yang memata-matai dirinya. Sejauh ini, baru Arka yang Kaisar beritahu tentang tempat tinggalnya. Selain karena ia percaya Arka akan selalu mengerti akan apa yang harus ia lakukan dan apa yang tidak, Kaisar masih belum memberitahu Bima karena ia tidak ingin Kakaknya langsung menghampiri dan menghujaninya dengan segala macam kebutuhan sehari-hari juga makanan yang sangat banyak untuk Kaisar konsumsi sendiri. Ditambah lagi, Bima akan dengan cepat memberikan kabar ini pada Kania—hal yang sangat Kaisar hindari saat ini.

Hari ini Kaisar memutuskan untuk keluar menuruti Arka yang meminta untuk menemaninya berbelanja keperluan rumah. Baru beberapa hari Anggi pergi, Kaisar sudah menjadi sasaran empuk Arka untuk ia ajak ke mana pun saat ia membutuhkan teman.

"Lo nggak mau gue anter ke kos aja, Sar? Sekalian biar gue tau juga kosan lo yang mana." Kata Arka lalu membuka jendela mobil untuk menempelkan kartu tol.

"Nggak usah, gue nggak mau buat lo masuk keadaan bahaya."

"Sebahaya apa sih? Papa lo nggak akan mukulin gue."

"It could be worser than that."

"Iya deh. Kalau gitu fotoin aja yang mana, ya. Biar gampang kalau gue mau main."

Jempol kanannya ia acungkan pada Arka. Mobil Arka keluar dari tol, menuju jalanan yang lebih ramai. Alunan lagu yang tersambung dari spotify milik Arka mengisi keheningan diantara mereka berdua. Selain Kania, Arka lah yang terbiasa dengan keheningan ini. Lain halnya jika Kaisar sedang bersama Anggi, keheningan akan digantikan dengan cerita-cerita Anggi yang tidak ada habisnya.

"Bensin lo nanti gue ganti, ya." Kata Kaisar setelah mereka tiba di tempat tujuan.

"100 juta, ya."

"Gue tambahin 50."

"Wah, dengan senang hati gue terima," kata Arka seraya terkekeh dengan candaan mereka. Sebuah panggilan video masuk menghentikan alunan lagu yang terputar. Tertera nama 'Anggi No Amrik' di sana yang langsung Arka terima tanpa perlu menunggu dering selanjutnya. "Halo, Nggi!"

"Berduaan mulu, pacaran lo berdua?"

"Semenjak lo ke Amrik, gue jadi tumbal nih, Nggi." Kata Kaisar.

"Sabar ya, Sar, setahunan aja kok," kata Anggi lalu tersenyum lebar. "Eh, Kania mana?"

"Lo tau dia lagi sama siapa kalau lagi nggak sama kita," Arka memberi jawaban karena tahu Kaisar tidak akan menjawab dua kali—Arka sudah bertanya pada Kaisar sebelum mereka pergi tadi. "Eh, Nggi, gue mau dikasih 150 juta sama Kaisar."

"Eh, gue juga mau!"

"Iya, nanti gue transfer juga. Tapi minggu depan, ya. Deposito gue cair minggu depan."

"Emang deposito bisa cair kapan aja? Bukannya ada jangka waktunya?" tanya Arka penasaran.

"Gue pilih yang setahun, dan minggu depan tepat setahun." Jelas Kaisar. "Lo balik dari Jogja kapan, Ka?"

"Minggu udah di sini lagi. Papa mau ada acara juga di kantor soalnya."

"Ya udah, hari minggu, ya."

Arka dan Anggi mengangguk bersamaan, seakan mereka akan benar-benar akan mendapat masing-masing seratus lima puluh juta dari Kaisar. Mereka pun lanjut berbincang mengenai apa pun, terutama mengenai Anggi yang tentunya harus beradaptasi secepat mungkin mengingat semester baru akan dimulai sebentar lagi.

Klandestin Sang KaisarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang