14

48 6 0
                                    

Waktu berjalan begitu cepat saat setiap harinya dipenuhi oleh kegiatan, sehingga tidak terasa minggu ujian sudah hampir berakhir. Hanya tersisa satu hari sebelum semester ini selesai, dan merupakan pertarungan terakhir untuk empat sekawan ini—dan pertarungan hidup dan mati untuk Kania dan Kaisar.

"Kania, tolong Mama antar sayur ini ke rumah kakaknya Kaisar, dong." Kata Mama Kania sembari menutup tiga kotak makanan berisi lauk yang baru selesai dimasak.

"Mama mau anaknya dapat nilai bagus tapi pas anaknya lagi belajar malah disuruh-suruh." Kata Kania sembari berjalan ke dapur untuk menghampiri Mamanya.

"Mama cuma suruh kamu ke rumah kakaknya Kaisar, bukan main ke mall," kata Mama sembari menyerahkan satu tas berisi kotak makanan tadi. "Kalau mau ke mall besok aja setelah selesai ujian."

"Iya, Kania paham kok," jawab Kania. "Ya udah, Kania pergi dulu."

"Jangan main sama si Bimbum, Bimbim, atau siapa itu nama anjingnya, pasti kamu lupa waktu nanti."

"Hehe, kalau itu Kania nggak bisa janji."

Pukul sebelas siang, dengan matahari yang begitu terik, Kania berjalan menuju ke rumah Bima. Ia terus berjalan di bawah bayangan bangunan rumah dan pohon karena tidak ingin kulitnya terbakar dan sampai di rumah Bima dengan keringat yang mengucur deras. Sepertinya efek dari beberapa hari sebelumnya yang selalu hujan, hari ini jadi terasa lebih panas dari sebelumnya.

"Permisi, Kak Bima, Kak Angel." Kania sedikit berteriak sembari membuka pagar, kemudian melangkah masuk hingga ke ambang pintu utama yang terbuka. "Permisi Kak Bima, Kak Angel. Ini Kania."

Tidak ada jawaban. Hening. Bahkan suara gonggongan Bimbim juga tidak terdengar. Hingga lima menit berlalu, Kania masih belum mendapat jawaban apa pun.

"Ini rumah kosong kali, ya? Tapi kenapa pintunya kebuka?" Kania menoleh ke seluruh penjuru rumah, memastikan tidak ada jejak kejahatan. "Gue masuk aja kali, ya? Taruh ini, terus tutup pintunya. Biar aman."

"Kak Bima, Kak Angel, Kania izin masuk, ya. Mau anterin makanan dari Mama."

Setelah monolognya selesai, Kania melangkah masuk sembari masih menoleh ke kiri dan kanan, memastikan tidak ada apa-apa dan dirinya aman. Sampai di dapur, Kania meletakkan tas yang ia bawa di atas meja, lalu berbalik dan bersiap untuk pulang.

"Whoa!" Kania terkejut saat melihat Angel yang sudah berada di belakangnya. "Kak Angel bikin kaget aja!"

Angel tertawa kecil. "Maaf, aku tadi di toilet. Mules banget."

"Pintu depannya ditutup dong, Kak. Memang ada satpam sih, tapi kan bahaya kalau dibuka begitu aja," Omel Kania. "Kak Bima mana?"

"Tadi kelupaan karena perutku udah sakit banget," jawab Angel sembari mengusap perutnya. "Mas Bima lagi beli telur—nah, itu dia."

Suara mesin motor dan pagar yang dibuka membuat Kania dan Angel meninggalkan dapur, terlihat Bima dan Bimbim sudah kembali dari pasar. Bimbim yang diturunkan Bima dari atas motor langsung berlari menghampiri Kania seakan mengajaknya bermain.

"Lho, ada Kania." Kata Bima sembari menyerahkan satu plastik berisi telur pada Angel.

"Iya, Kak. Disuruh Mama antar makanan." Jawab Kania sembari mengusap kepala Bimbim.

"Kania main dulu sama Bimbim, ya. Aku mau pindahin makanannya dulu." Kata Angel.

"Tinggal dulu nggak apa-apa, Kak."

"Pindahin aja, biar kamu ada alasan main sama Bimbim."

Kania tersenyum. "Makasih, Kak Angel."

"Masuk, Ya. Kakak mau cuci motor dulu." Kata Bima mempersilakan Kania masuk.

Klandestin Sang KaisarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang