(7). Rintikan Hujan Pagi

419 30 4
                                    

Pagi ini, di daerah Cijantung Jakarta Timur diguyur air hujan. Cuaca dingin dan sejuk membuat Shila betah menyender serta tangan yang ia letakkan di rintikan air hujan. Pikirannya saat ini masih terbayang jelas kejadian semalam, ketika dirinya bertemu dengan Gilang. Sampai-sampai tadi malam Shila tidak bisa tidur memikirkan dirinya.

Benar kata orang, cinta pertama itu memang sulit dilupakan, apalagi pada saat momen-momen semalam. Kejadian itu sangatlah langka bagi Shila, jarang-jarang bukan melihat pria idaman dari dekat apalagi duduk di meja yang sama dan saling mengobrol. Aduh ga kuat !!

Matanya kini terpejam sambil menikmati dinginnya pagi hari ini.

"Hujan, bolehkan aku mencintai pria idaman ku? Aku ingin sekali, selalu ada didekatnya dan menikmati hari-hari indah bersamanya" batin Shila.

Tiba-tiba, kedua suara anak kecil yang sedang bermain di guyuran air hujan itu membuat Shila membuka matanya. Kakak beradik berumur tujuh dan lima tahun itu tertawa menikmati air hujan yang membasahi tubuh serta bajunya.

Shila tersenyum melihat tingkah keduanya seperti ia dan Andika dulu. Dibawah guyuran air hujan Shila dan Andika tertawa bersama, sampai-sampai ketika pulang ke rumah mereka dimarahi habis-habisan oleh kedua orang tuanya. Malam harinya Shila dan Andika sakit akibat hujan-hujanan sehabis pulang sekolah. Di kamar yang berbeda, ibu bolak-balik merawat keduanya yang sedang demam dengan sabar.

Ketika mengingat kejadian masa lalu, Shila ingin lebih lama menikmati momen itu. Momen dimana ia masih bisa merasakan kehangatan keluarga. Untuk saat ini, dirinya tidak bisa lagi merasakan itu semua. Kini hanya ada tersisa wanita hebat yang selalu ada di sampingnya, wanita hebat itu adalah Ibu.

"Anak kecil itu ingetin aku sama abang dulu" lirih Shila seraya tersenyum "semoga abang dan bapak tenang disana dan di tempatkan di surga"

"Kalau aku jujur, sebenernya aku pengen banget bermain hujan-hujanan sama pria idamanku" Shila meletakkan kembali tangannya di rintikan hujan yang belum berhenti hingga saat ini "apa itu mungkin?"

Pagi-pagi seperti ini Cikka sudah heboh karena bajunya sedikit terkena air hujan, akibatnya ia menerobos hujan dari arah lapangan untuk menuju ruangannya. Ia lupa tidak membawa payung. Lagipula sebelumnya ia belum menerawang kalau pagi ini di daerah di Cijantung akan diguyur air hujan. Itu Cikka atau Mbah Dukun ?

Dari arah yang berbeda Cikka melihat Dion yang sedang membawa berkas-berkas dengan terburu-buru. Pria dari seberang sana membuat Cikka tersenyum kagum olehnya. Bagaimana bisa pagi-pagi seperti ini ia sudah memakai pakaian lengkap dan di sibukkan oleh kegiatan militer. Berbeda dengan dirinya, bangun pagi saja susah apalagi ditambah cuaca dingin seperti ini membuat dirinya ingin terus tidur. Mungkin kalau tidak dibangunkan secara paksa oleh rekan kerjanya, Cikka lanjut tidur. Dasar kebo kowad ini !

Cikka mengikuti arah Dion melangkah. Terakhir yang ia lihat kini dan bersembunyi di balik tembok. Dion memanggil nama sahabat dekatnya yaitu Shila yang sedang memainkan air hujan.

"Shila" panggil Dion seraya membawa berkas-berkas yang berada di tangannya

Shila menghentikan aktivitasnya, lalu menoleh ke Dion "Siap, kenapa Let?"

"Hari ini kamu ada tugas lagi tidak?"

"Siap tidak"

"Bagus deh kalau gitu. Tolong kamu buatkan berkas-berkas seperti ini ya" Dion memberikan berkas itu ke Shila.

Shila pun menerimanya "oke"

Dion meletakkan tangannya di air hujan, lalu menyipratkan air hujan itu ke wajah Shila yang sedang melihat berkas-berkas.

"Kurang kerjaan banget sih, basah tau" Shila mengelap wajahnya.

"Emang saya kurang kerjaan, makanya saya suruh kamu biar kamu ada kerjaan juga"

Elang BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang