"bagaimana dokter?" Tanya Gilang pada seorang dokter tentara wanita berhijab itu. Panggil saja dokter Rumi.
Dokter Rumi tersenyum "Alhamdulillah Shila tidak apa-apa Kapt, dia hanya kelelahan saja" jawab dokter Rumi dengan santai.
Lega sekali rasanya mendengar jawaban dari dokter Rumi "Alhamdulillah" gumam Gilang.
"Dan untuk kaki Shila, tolong jangan melakukan aktivitas apapun dulu ya Kapt. Takutnya rasa nyeri pada kakinya muncul lagi" dokter Rumi memberikan saran sembari menoleh ke arah kaki Shila yang cedera. Gilang mengangguk mengerti.
"Kalau gitu saya permisi dulu Kapt"
"Terimakasih"
"Siap sama-sama Kapt" sahut dokter Rumi, lalu ia meninggal keduanya di ruangan medis.
Gilang kembali duduk dan menatap Shila yang tengah pingsan, lalu tangan memegang puncak kepala Shila dan mengelusnya dengan pelan dan tulus. Saat ini ia merasa khawatir pada Shila.
Lumayan lama Gilang berada di ruangan ini untuk menunggu Shila sadar. Perlahan kedua mata Shila terbuka, Gilang segera menepis tangannya dari kepala Shila agar wanita itu tidak perfikir lebih tentangnya. Shila tersadar, tangannya memegang kepala yang masih terasa sakit. Ia ingin bangun namun Gilang menyuruhnya untuk tetap tiduran saja.
"Aku dimana Kapt?" Shila mengamati seisi ruangan yang penuh dengan alat-alat medis.
"Tadi kamu pingsan, saya langsung antar kamu ke sini" jawab Gilang.
Seingat Shila sebelum ia pingsan orang yang pertama kali ia lihat dan membantunya itu hanya Gilang. Walaupun pandangan agak buram, tapi ia yakin kalau itu adalah Gilang.
"Kamu minum dulu" Gilang mengambil minum yang berada di sampingnya, lalu ia memberikan minum itu pada Shila.
Shila meminumnya, setelah itu Gilang membantu Shila untuk tiduran lagi.
"Kenapa Kapten bantuin aku?" Tanya Shila tiba-tiba. Pertanyaan itu lantas membuat Gilang sedikit tersenyum.
"Memangnya saya tidak boleh bantuin kamu?" Kalimat itu menyahutinya.
"Boleh"
Shila berfikir "Kapt tadi itu pas aku pingsan, aku ngerasa kalo puncak kepala aku itu ada yang ngelus. Siapa ya yang ngelus?" Shila bertanya Gilang sembari ia menatap padanya.
Kali ini Gilang mulai berfikir, ia harus menjawab apa tidak mungkin jika ia menjawab jujur "itu perasaan kamu aja" Gilang menjawab dengan santainya, hatinya pun sudah merasa tak nyaman. Semoga saja Shila tidak tahu kalau dirinya lah yang melakukan hal itu.
"Iya juga ya" Shila mengangguk "padahal aku berharap kalo yang ngelakuin itu kapten, tapi itu engga mungkin" setelah mengatakan itu dirinya menjadi sedih.
"Begitu berharapnya kamu dengan saya. Maaf, saya belum bisa kasih kepastian untuk saat ini. Dan saya belum bisa menerima hati saya untuk kamu. Maafkan saya Shila" batin Gilang dirinya memerhatikan wajah Shila yang tengah melihat plafon ruangan ini.
"SEOUL" teriak Cikka khawatir sembari berlari menuju ruangan Shila. Dirinya langsung menerobos Gilang yang tengah duduk di samping Shila, dan seolah tidak peduli dengan keberadaan Gilang. Berani-beraninya wanita itu.
"Lo engga papa kan? Mana yang sakit? bilang ke gue" kedua tangan Cikka memegang wajah Shila sembari diputar ke kanan dan ke kiri.
Shila menepiskan kedua tangan Cikka yang berada di pipinya "engga papa kok, aku cuma kecapean aja"
"Huhh" Cikka membuang nafas kasar setelah mendapat jawaban Shila barusan.
"Kamu tenang saja Cikka, kan ada Kapten Gilang yang jaga Shila. Ya kan bang?" Ucap Dion yang diam-diam mengikuti Cikka dari belakang, sembari mengangkat kedua alisnya untuk meyakinkan Gilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elang Biru
ContoAshila Cakra Nuella, wanita dari kesatuan TNI Angkatan Darat yang merupakan bagian dari baret merah Kopassus. Semenjak bertemu sekaligus berkenalan dengan sang Kapten Pnb. Gilang Pradana Dirgantara yang pindah dari Skadron Udara 3 dan menjabat sebag...