chapter 20

15.5K 775 5
                                    

HAPPY READING YEOROBUN 💞
-----------

Kabar beredar dengan cepat. Padahal baru beberapa jam berlalu, dari mulut ke mulut sudah sangat berbeda. Banyak yang melebih-lebihkan. Padahal itu cuma persoalan segelas air putih.

Aza enggan keluar dari kamarnya. Setiap ia keluar, selalu saja ada yang memperhatikannya, bahkan ada juga yang mencemooh.

ALAY BANGET DAH MEREKA

GUE CUMA DI KASIH AIR PUTIH AJA MEREKA HEBOH, GIMANA KALO MEREKA TAU GUE PERNAH DI SUAPIN

DI KASIH MAKANAN, RIUHNYA MELEBIHI PASAR DEH KAYAKNYA NIH PONDOK

"Za gimana rencana kabur kita, jadi enggak?" Tanya Zayin.

"Jadi, besok" ucap Aza singkat. Entahlah ia masih saja mengingat kejadian di aula. Inilah yang Aza tidak suka dari kelebihannya, mudah mengingat sesuatu.

Ganeth dan Lala yang mengerti akan kebiasaan Aza, lantas mengibur.
"Udah Za lupain aja, kan tadi Gus Altha juga bilang gitu."

"Cieee di perhatiin Gus Altha, bahkan Alvin aja enggak liat gue kayaknya" goda Lala.

Khanza menyesal tidak ikut mereka. Apalagi mendengar bahwa mereka di ganggu Mbak Kunti, ia kan penasaran. Itu bisa menjadi ide yang bagus untuk riset novelnya.

"Besok kita pakek baju couplean ya, kalian punya kemeja kotak-kotak kan" tanya Ganeth.

"Punya."

"Siip, buat dalemnya kita pakek kaus hitam."

"Kak Aza emang bener kakak di kasih air putih bekas Gus Altha" tanya Khanza penasaran, karena dia hanya mendengar gosip. Tidak melihat secara langsung.

Aza memutar bola matanya malas, selalu begini. Dari mulut ke mulut selalu saja berbeda dengan kenyataan. "Mana ada orang Gus Altha ngambil dari ndalem, mana sempat di minum" ucap Aza membenarkan.

"Sayang banget aku nggak liat, kan bisa tuh jadi bahan riset. Kak Aza sama Gus Altha tokoh utamanya" ucap Khanza sambil berkhayal.

"Kalian kalo di hukum gimana?" Tanya Aza keluar dari topik pembicaraan.

"Ya enggak apa-apa, kan sama kalian" ucap mereka berdua.

"Assalamu'alaikum kak Aza" salam seorang santri dari depan.

"Daleman, kenapa" ucap Aza menghampiri santri tersebut.

"Salamnya di jawab dulu woi" pekik Lala di atas tempat tidurnya.

Aza balik badan, menghadap Lala. "Udahdalamusus, gak denger kan Lo?!" ucap Aza dengan cepat. "Kenapa?" sambungan bertanya pada santri tersebut.

"Di panggil ke koprasi kak."

"Lah, emang sekarang hari apa?"

"Hari Senin kak, malem Selasa."

"Ohh pantesan, yaudah makasih ya infonya."

Aza masuk ke dalam kamar, mengambil catatan kecil hafalan anak kelasnya. Mengganti celana pendeknya dengan sarung mahda. Namun tetap memakai kaos.

"Za itu kaosnya ganti ih, nanti ketahuan" ucap Zayin memperingati, dia pernah ketahuan sekali dan hukumannya membersihkan halaman pondok.

"Males, lagian ketutupan kerudungnya juga" ucap Aza yang saat ini mengenakan kerudung Rabbani merah, menutupi baju yang di kenakannya.

"Tapi Za..."

"Gue kan udah bilang males, lagian koprasi juga udah sepi jam segini."

Aza melangkahkan kakinya malas ke koprasi. Di jalan penghubung banyak yang menatapnya dengan tatapan berbeda-beda. Selain keramik lapis, jalan penghubung juga menjadi tempat tongkrongan para santri. Aza balik menatap mereka datar.

Ijbar [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang