4. REMAJA

9 1 0
                                    

Waktu begitu cepat berlalu. Menjadi idola itu bukanlah hal yg mudah. Tetap membutuhkan sebuah topeng bahagia.

Aku... Disini...

Kembali pada kampung halaman.

Ketika aku duduk diatas sebuah motor yg terparkir. Membingungkan sekali untuk apa yg harus kubeli hari ini.

Sekumpulan anak remaja ikut bergabung di area dimana aku berada. Sepertinya mereka ingin membeli sesuatu.

Bau bau yg khas. Indra penciuman ku seperti sudah terlatih padahal aku tidak pernah sekalipun memikirnya.

Hmm..

Dua orang anak berlalu memasuki toko di sebrang sana. Dan 2 orang anak berada disisi kiriku. Sedangkan satu ikut nimbrung disebelahku.

Om...

Sapanya ramah.

Aku hanya mengangguk.

Anak ini yg terlihat manis dari semuanya.

Apa dia mengenalku?

Kenapa dia harus dekat sekali.

"Ingin belanja apa om. Biar kami bantu. Ujar dari sisi kiri ikut menimpali.

Aku menggeleng saja.

Anak yg manis tadi memegang tanganku.

Akhirnya aku bicara.

"Tidak. Hanya duduk disini.

Mereka cukup tersenyum.

Disini panas om. Kami mau main main kerumah nanti. Ada pelajaran tambahan.

Aku mengerutkan dahi. Mereka ini apakah bocil bocil yg besarnya tidak ku ketahui.

Ya seperti nya mereka mengenalku dengan jelas.

Aku memperhatikan tanganku dengan seksama . Kulit tanganku terlihat mulai menampakkan kerutan.

Aku...

Mulai menua. Masa muda ku berangsur menghilang.

Aku tidak akan menjadi idola lagi dengan segala ke baikanku dimasa muda.

Sadarlah. Dunia ini tidak terasa akan cepat berlalu. Masa lalu tidak akan kembali menjadi baik. Memberikan tawaran yg menggiurkan.

Mereka telah selesai.

#
Anak remaja berkumpul . Menyibukkan diri dengan buku dan lembaran kertas. Mereka bersama ponakan cewekku.

Benar saja mereka dulu bocil yg tidak kuketahui besarnya. Karena aku terlalu sibuk dengan kehidupan ku sendiri tanpa memperhatikan lingkungan sekitar. Betapa egoisnya aku.

Beberapa gerakan membuatku cekatan menyajikan minuman dingin untuk mereka.

Cukup tersenyum mereka pun membalasnya dalam gerak paham.

Mendadak suara kentut terdengar kencang dari arah kamar.

Hmmm.. itu ciri khas bapak.

Para remaja itu heran sejenak tapi kemudian mereka diam .

Benar benar waktu yg sulit kumengerti.

Aku hanya tertawa dalam hati saja. Agar tidak merusak suasana serius mereka.

Aku masuk kekamar untuk mengambil ponsel yg sedang diisi daya.

Kulihat bapak sedang berbaring tapi dia terlihat pucat dan lemas.

"Kenapa pak. Masuk angin ya?

" Bukan. Lagi sakit disini.

Dia menyentuh dadanya.

Apakah....

Dia membalikkan badan sehingga aku kurang jelas melihat wajahnya.

"Habis chip.

Haaaa

Kok bapak tau game domino. Atau ...
Dia sedang menyindirku. Ujarku dalam hati.

"Modal berapa pak ?

"Tadi 4b menang jadi 8b. Maen lagi kalah"

"Harusnya kasih aku 1b . Kenak JP itu nanti. "

Bapak berbalik lagi . Kini aku jelas melihat wajahnya yg pucat.

"Jangan maen begituan. Dada bisa sakit. Menderita nanti ".

Hmm. Dia memang menyindirku.

Aku mengambil ponsel dan berlalu.

"Om maen domino. Bagi lah om. Ujar anak yg manis tadi.

Aku menggelengkan kepala.
Menunjukkan ponselku lalu menghapus aplikasinya.
#

Masa mudaku sudah berlalu. Sekarang aku akan serius untuk bekal dimasa tua.

DREAM STORY 5Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang