Tiiin.. tiiin.. tiiiin..
Lagi-lagi suara klakson motor dari arah belakang Ferin berbunyi. Dengan kesal ia membalikkan tubuhnya ke belakang. "Hey, memangnya jalanan ini sangat sempit aoa sampai-sampai hartus mengklakson motor terus?" kesal Ferin pada pemuda yang memakai seragam yang sama dengannya.
Pemuda itu lantas melepas helm yang menutupi wajahnya. Senyum menyeringai terlukis di wajah pemuda itu. "siapa suruh punya badan gede banget!" jawabnya membuat Ferin membelalakkan mata.
"Dasar mata juling! Badan sekecil gini lo bilang gede?!?" kesal Ferin karena tubuhnya dibilang gede. Memangnya ia tak lihat apa di antara semua sahabat-sahabatnya, dialah yang memiliki postur tubuh paling kurus.
"Hahahaha..." pemuda itu tertawa lepas. Ia merasa sangat senang kalau udah melihat ekspresi marah ataupun kesal dari gadis di depannya. Karena baginya itu sangat menarik dan juga menghibur hati.
Ferin yang terheran melihat pemuda itu hanya tertawa tidak jelas, lantas melanjutkan langkahnya. Ia tidak ingin tambah telat masuk sekolah lantaran harus melayani sikap menyebalkan pemuda itu. Tetapi tetap saja, meski Ferin sudah melanjutkan langkahnya dengan cepat, pemuda itu kembali mengklakson motornya. Bahkan ini lebih parah dari sebelumnya.
"Hish dasar!! Mau lo apa si Arco? Gak liat apa kalau gue lagi buru-buru?!?" ujar Ferin sangat kesal. Ia menoleh ke kanan menatap Arco dengan sangat kesal. "Naik!" perintah Arci tiba-tiba yang sontak saja membuat Arin mengerutkan keningnya dengan heran.
"Nggak usah! gue naik bis aja." tolak gadis itu membuat Arco melepas kembali helmnya.
"Yakin lo mau naik bis? gak mau liat dulu sekarang udah jam berapa?" tanya Arco.
Ferin pun melirik jam tangan angry bird yang baru saja diberikan oleh papanya. Matanya terbelalak kaget melihat arah jam yang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh, yang artinya hanya tinggal lima belas menit saja waktu yang ia miliki untuk sampai di sekolah. Belum lagi menunggu bis yang lama datangnya. Ditambah hari ini ia hatus menjadi pengibar bendera untuk ucapara yang selalu diadakan pihak sekolah untuk memperingati hari nasional. Berarti kalau dihitung-hitung, ia hanya memiliki waktu lima menit lagi.
"Gimana? Masih tetep kekeuh naik bis hmm?? ya udah." ujar Arco dengan antai. Baru saja ia menstater motor ninjanya, tetapi terhenti dengan panggilan Ferin.
"Oke gue nebeng sama lo. Tapi jangan kenceng-kenceng!!." kata Ferin lantas naik ke jok penumpang.
Baru saja diperingatinoleh Ferin untuk tidak kenceng-kenceng mengemudinya, tetapi Arco udah melakukan hal itu. "Arco, jangan ngebut dong!!! Gue takut jatooh!!" pekik Arin sekencang mungkin agar bisa terdengar oleh telinga Arco yang tertutup helm.
"Kalo nggak ngebut, kita bakal telat cewek meler!!" sahut Arco menambah kecepatan laju motornya. Ferin yang tadinya tangannya berada di pegangan samping, kini harus terpaksa melingkarkan tangannya di pinggang Arco. Sangat erat ia melingkarkan tangannya di sana. Baru kali ini ia naik motor dengan kelajuan seperti sedang balap motor. Benar-benar menakutkan.
Di depannya, Arco masih terfokus dengan jalanan yang untungnya masih terlihat lowong. Jadi tidak ada halangan baginya untuk melajukan motornya dengan sangat cepat. Sesekali ia juga melirik tangan Ferin yang melingkari punggung. "Woy, Rin, lo nggak pingsan kan di belakang sana?" tanya Arco karena tidak mendengar ocehan dari mulut Ferin.
"Bukan cuma pingsan, yang ada gue ngerasa mau mati tau gak loo!!"
Arco hanya terkekeh di balik helmnya mendengar sahutan Ferin. Tak lama kemudian mereka pun sampai di depan gerbang sekolah Tunas Bangsa. Arco sudah menghentikan motornya tepat di parkiran sekolah. Tetapi ia mengerutkan keningnya karena Ferin tak kunjung turun dari motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Rival 2
Teen FictionFerina Nishardi, atau biasa dipanggil anak-anak lain itu Ferin, tetapi kalau sama gue ialah si Cewek Meler! Dia cantik, pinter, oke, dan satu lagi, dia itu lucu! Makanya gue seneng banget kalo ngeledekin dia! Arco Tirtana Pradipta, cowok pindahan ya...