Indah memandangi cowok yang kini ada di sampingnya. Sudut bibirnya tertarik menatap keterdiaman Arco. Orang yang dulu sama sekali tidak pernah mendiaminya, selalu mengajaknya bercanda di sela belajarnya, kini kalah terlihat asing baginya.
Ia tahu kalau Arco menyukai sahabatnya. Itu terlihat jelas di matanya. Bahkan penolakan Ferin jelas sekali membuatnya kecewa. Bibirnya bungkam. Tak ada sedikit pun kata, canda, bahkan tawa yang keluar. Bahkan dengan Fian dan Firhan pun tidak.
Ada rasa sedih dalam hati Indah melihat perubahan Arco. Ia tidak ingin Arco jadi seperti ini. Tapi ia juga tidak bisa menolak permintaan tantenya. Baginya Gina sudah seperti ibu keduanya. Apapun yang Indah ingini pasti selalu dituruti. Sekarang saatnya dialah yang berbalik menurut pada wanita hampir paruh baya itu.
“Ar,” panggil Indah pelan. Namun cukup jelas didengar oleh Arco yang duduk tak jauh dari dirinya.
Indah mengulum senyum. Panggilan suaranya diabaikan oleh Arco. Bahkan pandangan cowok itu masih menatap lurus ke depan.
“Gue tau ini pasti sulit buat lo. Tapi inget itu permintaan orang tua kita Ar, orang yang udah ngelahirin juga ngebesarin kita kaya gini,” Indah menarik nafas sejenak.
“Dan apa salahnya kita coba jalanin dulu, lagipula bukannya dari dulu kita udah deket ya Ar, siapa tau lo mulai suka sama gue nanti Ar,” suara Indah kembali keluar.
Arco menolehkan pandangan. Dingin dan menusuk, “gak semudah yang lo bilang Dah, gimana kalau rasa gue tetep gak berubah ke elo sekalipun lo jadi istri gue?”
Indah terdiam. Miris sekali rasanya.
“Ya gue bakalan tetep berusaha biar lo jatuh cinta ke gue Ar,”
------
Ferin berjalan malas menuju sekolah. Baru pertama kalinya dia enggan untuk ke sekolah. Masalah yang kini dihadapinya sangatlah menyesakkan dadanya.
Ia menghempaskan nafasnya kasar, membuat sosok yang mendahuluinya menolehkan kepala lantaran suara nafas Ferin yang sedikit mengagetkan.
“Et dah Fer, kenapa lo?”
“Gak apa-apa Yan,” balas Ferin saat orang itu, yaitu Fian, mulai bertanya padanya.
Ferin terus berjalan malas meninggali Fian yang menatapnya aneh, “eh gue mau nanya deh,” kata Fian berhasil kembali menyeimbangi langkahnya.
“Hmm,”
“Menurut lo Arco baik gak?”
“Iya baik,”
“Dia ganteng?”
“Iya”
“Dia Keren?”
“Iya”
“Dia pinter juga kan?”
“Iya pinter,”
“Dia perhatian gak?”
“Perhatian kok,”
“Dia suka kan sama lo,”
Ferin mengangguk masih sambil berjalan.
“Terus lo suka gak sama dia?”
“Suka kok, kenapa emang”
Seketika mata Ferin membelalak. Dia segera mempercepat jalannya. Namun sayang, Fian jauh lebih gesit. Cowok itu berhasil menarik kerah belakang Ferin.
“Pake tanya kenapa lagi lo, sini ikut gue. Lo harus tanggung jawab gara-gara lo sahabat gue jadi kaya orang ketempelan. Dieeeeem mulu,” ditariknya Ferin dari belakang layaknya anak kucing.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Rival 2
Teen FictionFerina Nishardi, atau biasa dipanggil anak-anak lain itu Ferin, tetapi kalau sama gue ialah si Cewek Meler! Dia cantik, pinter, oke, dan satu lagi, dia itu lucu! Makanya gue seneng banget kalo ngeledekin dia! Arco Tirtana Pradipta, cowok pindahan ya...