18

778 59 10
                                    

Pagi pun kembali muncul. Sinar mentari yang hangat mulai menyelinap ke dalam pepohonan yang rindang menyadarkan Ferin pingsannya. Ia melihati tangan yang masih terus menggenggamnya. Segaris senyum terukir di wajahnya.

Perlahan ia menarik tangannya dari cowok itu. Dan mengusap pelan pangkal rambut cowok itu. "Syukur lo gak apa-apa Co.“ ujarnya dalam hati.

Ia terus memperhatikan Arco yang tengah tertidur pulas. Memorinya kembali teringat tentang betapa khawatirnya ia pada cowok yang saat ini tidur di hadapannya. Entah apa maksud dari rasa kekhawatiran ini. Apa benar ia sudah jatuh hati pada cowok ini? Ya. Sepertinya memang iya.

Ferin harus menutupinya dalam-dalam. Apa jadinya kalau teman-temannya pada tau kalau cowok yang sangat dibencinya kini malah sudah mencuri hatinya secara perlahan. Ditambah kalau Arco sendiri yang tahu. Bisa-bisa makin besar kepala aja dia.

Tak lama Ferin memalingkan wajahnya, tubuh Arco pun mulai bergerak. Tangan yang terus menggenggam Ferin mulai terlepas membuat Ferin kembali menolehkan wajahnya ke arah Arco.

”Lo udah sadar.. gimana keadaan lo? Apa yang sakit? Huft syukurlah demam lo udah turun",  lega Arco setelah mengajukan beberapa pertanyaan namun tak sedetik pun memberikan kesempatan Ferin untuk menjawab.

Ferin segera menepis tangan Arco yang tengah menyentuh dahi putihnya. "Lebay deh lo. Gue udah gak apa-apa. Minggir sana. Gue mau keluar.” sahut Ferin terdengar jutek. Tapi itu tak membuat Arco heran karena gadis itu memang selalu bersikap seperti itu padanya.

Baru saja mau beranjak dari tempat ia tidur, tangan Arco kembali menahan dan menyuruhnya untuk tetap istirahat. “Apa sih Arco‼ udah gue bilang kan kalo gue udah gak apa-apa. Sekarang lepasin gue deh. Gue pengen keluar.” kesal Ferin karena tak bisa mengontrol detak jantungnya.

“Gue bilang kalo lo gak boleh keluar ya berarti gak boleh keluar. Istirahat diem di sini gak bisa apa hah⁈ ” balas Arco tak kalah kesal.

“Ah males gue di sini berduaan sama lo. Makanya gue pengen keluar.” celetuk Ferin masih dengan tampang kesal karena detak jantungnya masih terus berdetak kencang.

Sial‼ batin Ferin.
Ditolehkannya kepalanya ke arah Arco. Memastikan apa cowok itu tersinggung atau tidak dengan perkataannya.

“Yaelah.. disaat cewek-cewek di luar sana pada ngantri biar bisa berduaan sama gue, cuma elo doang cewek aneh yang malah ngusir gue.”

Gue lupa kalo Arco itu cowok bodo amatan dan cowok sok kepedean. Jadi , kenapa gue harus ngerasa gak enak kalau perkataan gue tadi bisa menyinggung hati dia. Dasar Ferin bodoh. Gerutu Ferin dalam hatinya.

“Bodo amat. Sana lo keluar. Apa gue aja nih yang keluar.⁈” ujar Ferin sedikit mengancam.

“Oke oke.. gue aja yang keluar. Lo tidur di sini. Istirahat. Dan nanti gue panggilin Keke buat temenin lu di sini ya.” kata Arco mengalah seraya mengusap lembut kepala Ferin  dengan senyuman mautnya.

ARCO SIALAN‼‼ jerit Ferin dalam hati dengan kedua tangan di dada berusaha menahan debaran-debaran yang makin kencang ulah ucapan, sikap, juga senyuman Arco.

Sepertinya memang Ferin sudah tercuri hatinya.

Tak lama kemudian Keke pun datang. Ia merasa aneh dengan tingkah Ferin. “Fer, lo kenapa? Ngapain lu mukul-mukul dada lo? Terus tuh mulut juga kenapa lagi ngap-ngapan begituan? lo gak apa-apa kan⁈ apa perlu gue suruh Arco balik lagi?" tanya Keke khawatir.

"Arco?! Jangan! Jangan lo panggil tuh anak!" Sahut Ferin seperti orang kesurupan.

"Iya, emang kenapa?" tanya Keke lagi.

My Rival 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang