23

642 47 0
                                    

Gina menarik sudut bibir nya kala melihat apa yang baru saja terjadi pada kedua anak sahabatnya itu. Matanya tak henti memandangi mimik ekepresi Ferin. Merona tetapi juga terkejut. Tak lama ia melihat gadis itu berlari hingga menimbulkan kerut heran di wajahnya.

Dia mengikuti langkah Ferin yang seperti sedang mengejar seseorang. “Indah? Kenapa dia ngejar Indah?”

Diperhatikannya dengan jelas apa yang sebenarnya sedang terjadi. Lagi-lagi segaris senyuman terlukis di wajahnya yang sudah tidak semuda dulu namun tetap menawan untuk dilihat.

Dia segera mengambil handphone di kantong roknya, “ada berita bagus, dan sepertinya ini akan sangat menarik untuk kita saksikan nanti,” ujarnya dengan teman sambungan telponnya. Senyum nya terus berkembang begitu pikirannya bermain dengan indahnya. Tak lama panggilan pun terputus. Ia segera kembali ke ruangan kelas.

----

Ferin terus mengetik pesan untuk sahabatnya. Ia menjelaskan berbagai penjelasan kepada Indah mengenai kejadian hari ini. Ia juga terpaksa harus berbohong mengenai perasaan yang sesungguhnya ia rasakan. Namun Indah tak kunjung membalas. Bahkan saat Ferin mencoba menghubungi Indah, tetapi malah di reject.

Frustasi Ferin mengacak-acak rambut lurusnya. Ia segera melempar handphone ke atas kasur dan berbaring menatap langit-langit dindingnya.

Pagi harinya Ferin berjalan ke kelas sebelah. Niatnya bertemu Indah, tetapi yang ia temukan malah Arco. Bicara tentang Arco, ia belum sempat menjawab pertanyaan cowok itu.

Arco melirik sejenak Ferin. Tanpa senyum seperti biasanya, Arco langsung berjalan mengabaikan Ferin.

“Co,” panggil Ferin menggigit bibir bawahnya.

Arco berhenti sejenak namun tubuhnya tetap membelakangi Ferin.

“Soal kemarin,, sorry,, gue cuma anggap lo temen aja., Gak lebih,” getir Ferin merasakan sakit dalam hatinya. Ia terpaksa melakukan ini. Demi sahabatnya, ia tidak ingin mengakui perasaannya yang sesungguhnya.

Bukan hanya Ferin, Arco pun merasakan hal yang sama. Seperti terpanah busur berkali-kali saat Ferin memberikan jawaban yang sebenarnya sudah dia ketahui.

“Lagi pula, ada cewek yang lebih pantes buat lo Co, dia sahabat gue, sahabat yang amat gue sayang,” sambung Ferin seraya tersenyum getir. Matanya sudah mulai berkaca. Ia coba tahan untuk tidak menitikkannya sekarang. Karena pasti akan terlihat jelas kebohongannya ini.

Arco hanya diam. Ia tidak ingin menjawab sepatah kata pun. Ia juga sudah tau siapa cewek yang dimaksud Ferin.

Baru saja ia ingin menoleh melihat manik mata Ferin untuk melihat kejujuran dalam matanya, Ferin keburu sudah pergi. Lagi-lagi ia hanya bisa diam.

Di sisi lain Indah terus memerhatikan kedua sejoli itu dengan intens. Mulutnya terbungkam. Tak ada senyum, tak ada kesedihan. Ekepresi nya terlihat datar.

Malam harinya Arco diberikan sebuah kejutan yang amat sangat tidak ia sangka-sangka. “Malam Arco,” siapa seorang wanita dengan pakaian yang fashionable. Mata wanita itu melirik lelaki yang datang bersamanya.

Arco tersenyum kaku. Ia mulai mencium panggung tangan sepasang tamu di rumahnya. Riico yang melihat senyuman kaku diwajah anaknya hanya tersenyum kecil.

“Arco, kenalin ini Tante Gina dan Om Reno, dia itu sahabat papa waktu sekolah. Dan kalau gak salah dia juga guru kamu bukan?,” Arco mengangguk. Pertanyaan aneh dalam hatinya terjawab. Ia sempat dibuat bingung dengan kedatangan dua guru BK ke rumahnya. Padahal akhir-akhir ini dia anteng-anteng saja di sekolah. Sama sekali tidak buat kekacauan seperti pertama kali ia datang. Ya jelas, musuh bebuyutan yang suka diajak ribut olehnya kini malah berhasil merebut hatinya. Dan Arco tersenyum getir mengingatnya.

“Hallo Arco, senang bertemu kamu secara kekeluargaan ya,” sapa Reno dengan senyum mengembang di wajahnya.

“Iya om tante, senang ketemu sama kalian juga,” balas Arco ramah.

“Oh iya Gin, gimana keadaan keponakan kamu?” tanya Arin seusai kembali dari dapur dengan makanan dan minuman yang dibawanya.

Gina mengambil minumannya sejenak, “alhamdulillah dia baik,” jawab Gina setelah menyeruput jus mangga yang dibuat Arin.

“Dia masih tinggal di rumah mu kan Gin? Apa kedua orang tuanya masih di Makasar?” tanya Arin lagi.

Arco hanya diam menyaksikan kedua orang tuanya yang asik ngobrol dengan lawan bicaranya. Gina dengan Arin dan Rico dengan Reno. Sedangkan dia hanya memerhatikan. Ririn pun sedang tidak ada di sini karena dia sedang melakukan ada tugas kelompok di rumah temannya.

“Oh ya? Ternyata mereka satu sekolah?” Gina mengangguk senang menjawab pertanyaan Arin.

“Iya bahkan satu kelas, waduh kurasa mereka jodoh deh,” seru Gina lagi.

“Gimana kalau kita benar jodohkan mereka saja?,” Arco tersedak saat mendengar perkataan Arin. Mereka? Maksud nya Arco dengan orang itu? Tapi orang itunya siapa? Kenapa malah menjodoh-jodohkan tidak jelas begini, rutuk Arco kesal.

Arin melirik sejenak anaknya, “kamu mau kan nak kalau dijodohkan sama anaknya tante Gina?” lagi-lagi Arco tersedak. Sepertinya mamanya sudah mulai gesrek otaknya.

“Kalau menurut papa gimana pah? Lagian kan papa liat sendiri kan gimana Arco sama Ferin, gak mungkin kalau kita jodohkan si Arco sama Ferin. Mereka tuh berantem mulu. Yang ada nanti pas berumah tangga bisa ancur,” seru Arin lagi meminta pendapat Rico karena tak kunjung dapat sahutan dari Arco.

Arco mencoba mencerna perkataan mamanya. Apa maksud mamanya, sebelumnya Arco sudah berniat dijodohkan dengan Ferin, namun karena keributan yang sering terjadi diantara keduanya membuat mamanya membatalkan niatnya. Ya ampun ma, bukankah cinta yang hadir setelah banyak keributan bahkan banyak kebencian malah akan awet ya? Huft lagi -lagi Arco masih mengharapkan nya.

Rico tersenyum sejenak, “papa sih gimana baiknya aja ma.”

Arin lantas beralih ke Arco. Mata anaknya terlihat nanar. Dan kemudian terlihat kesal, “Arco gak mau ma. Maaf tante om, Arco pamit ke atas dulu,” baru saja mau beranjak bangun, alis Arco seketika mengkerut melihat sosok yang baru saja masuk ke rumahnya. Matanya menatap lurus orang itu.

“Ih mama gimana sih, ada tamu di luar malah didiemin aja diluar. Kan kasian. Jadi aku ajak masuk aja,” rutuk kesal Ririn baru saja pulang dari belajar kelompoknya lalu melihat seorang gadis berdiri di depan pintu rumahnya. Ia menghentikan celotehannya  ketika tahu sedang kedatangan tamu, segera dia menyalami kedua tamu orang tuanya itu. Setelahnya ia pamit ke atas untuk bersih-bersih sebentar.

Arin yang melihat keponakan dari sahabatnya sudah datang, segera menyambut orang itu, “wah cantik, tante gak nyangka kamu mirip juga sama Gina ya padahal kan dia bukan Ibu kamu,” gadis itu tersenyum lantas meraih tangan Arin dan menyalaminya. Setelahnya gadis itu beralih ke Rico.

“Sini Nak duduk, kalau boleh tau siapa nama kamu cantik?” tanya Arin sangat ramah. Gina dan Reno saling melempar pandangan sembari menyunggingkan senyum.

“Aku Indah tante, Indah Anggita.”

__________

Maaf kayanya chapter ini singkat wkwkwk happy reading ya guys, don't forget vomment nya 😘

My Rival 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang