16: flashback

60 35 95
                                    

Dika keluar dari sekolah. Hari ini dia tidak membawa motornya. Kejadian dengan Dira dan Abim tadi membuat keadaan semakin memburuk. Dika pikir kalau Dira mengetahui kebenarannya dia akan kembali dalam pelukan Dika, tapi nyatanya malah semakin buruk. Bahkan Dika tidak menemukan sebuah harapan untuk bisa kembali seperti dulu lagi.

Dika berjalan menyusuri jalanan yang mungkin bisa dibilang lumayan sepi. Dia memilih jalan pintas untuk sampai ke rumah tantenya karena dia tidak membawa motor.

Rasanya jalanan ini hampa, sama seperti hidup Dika. Sangat hampa. Dika masih lemas mengingat kejadian yang baru saja ia alami di sekolah.

"Seharusnya lo sadar lo itu udah nggak bakal bisa di percaya! Dan...itu karena ulah lo sendiri!"

Kata-kata Dira terus terngiang-ngiang di kepala Dika. Ia akui mungkin memang ini semua terjadi karena dirinya. Karena ke egoisan dia.

2 tahun lalu...

Dika duduk di sebuah bangku taman tempat biasa dia bertemu Dira. Tadi Dira baru saja menelfonnya dan mengatakan ingin bertemu. Maka dari itu Dika cepat-cepat bersiap agar Dira tidak terlalu lama menunggu dirinya. Tapi kenyataannya sekarang malah Dira yang belum datang.

Dika mengedarkan pandangannya melihat apa Dira sudah datang atau belum. Tapi hasilnya nihil dia tidak melihat ada Dira di sekitar.

"Lama pasti nunggunya, kan?" Dira datang dari belakang memeluk Dika erat.

Dika melepaskan pelukan Dira membalikkan tubuhnya menatap gadis itu. Kini sekarang Dika yang berganti memeluk Dira. Tapi anehnya Dira menahan dirinya. Ketika Dika ingin memeluknya Dira malah menarik tangan Dika untuk duduk di bangku seperti Dira tidak ingin di peluk oleh dirinya.

"Dik gue mau ngomong." Dika menatap Dira lekat dia sudah siap mendengarkan ocehan Dira hari ini sama seperti biasa.

"Gue punya kabar gembira!" Wajah Dira terlihat berseri-seri seakan dia sangat menanti hal ini.

"Iya Dir. Ada apa?" Tanya Dika penasaran.

"Gue udah punya pacar!"

Dika kaget. Sangat kaget. Dia tak menyangka bahwa hal seperti ini akan keluar dengan begitu mudahnya dari bibir mungil Dira.

"Sa...sama siapa?"

"Abim!"

Lagi-lagi Dika kaget. Dia yang semula masih bisa mempertahankan senyumannya kini senyuman itu hilang seketika. Dari semua pria yang ada di dunia kenapa harus Abim yang menjadi pacar Dira.

"Sumpah gue seneng banget, Dik!" Dira spontan memeluk Dika. Dika masih diam mencerna ini semua.

"Se... selamat, Dir. Aku jadi ikut seneng." Kata-kata yang ia keluarkan mengandung banyak kebohongan. Mana ada ia bahagia yang ada hatinya seperti teriris pisau yang tajam. Rasanya begitu sakit.

"Makasih ya, Dik. Gue seneng lo nge-support gue." Dika mengangguk kikuk. Dia tak tahu bagaimana menanggapi perkataan Dira.

Dira bangkit dari duduknya. "Gue duluan ya. Mau ketemu sama mas pacar," ujar Dira penuh kebahagiaan.

Lagi-lagi Dika hanya mengangguk tanpa berbicara sepatah kata pun.

Dika memandangi punggung Dira yang sudah mulai menjauh dari pandangannya. Kenapa, rasanya sakit. Bukankah seharusnya ia senang karena Dira juga senang. Tapi kali ini rasanya benar-benar sakit. Dika terlalu mencintai Dira hingga rasanya begitu sakit saat dia mendengar Dira menjadi milik orang lain. Apalagi orang lain itu adalah sahabatnya sendiri.

Dika mengusap kasar air matanya yang hampir saja akan turun. Lelaki itu bangkit dari duduknya mulai berjalan keluar dari taman. Dika memandangi jalanan yang ia lalui. Hampa. Sama seperti hidupnya juga hampa.

ADIRA (regret)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang