Dika terlihat berjalan keluar dari ruang kepala sekolah. Setelah ada pemberitahuan bahwa Tante Dika datang, dia segera berlari menghampirinya. Senyuman lebar terpampang jelas diwajahnya. Setelah sekian lama akhirnya ibunya pulang juga. Walaupun cuma beberapa hari. Tak apa yang penting sekarang Dika bisa melihat wajah ibunya secara nyata bukan dari layar ponsel lagi.
Brakk
Dika terjatuh. Seseorang mengenai tubuhnya dengan sangat kuat. Dia bangkit untuk melihat siapa orang yang sudah berlaku tak sopan kepada dirinya.
"Hai!" Sapa orang itu. Abim menyilang kan kedua tangannya diatas dada.
"Ngapain lo?" Tanya Dika.
"Santai bos nggak usah emosi," ujar Abim kala melihat senyum lebar di wajah Dika seketika menghilang. "Kenapa lo senyum? Kesambet apaan lo?"
"Apa harus banget lo tau?" Dika balik bertanya.
Abim mengangguk "Harus. Gue harus tau!" Kata yang keluar dari mulutnya berasa seperti sebuah perintah.
"Ya udah sih kalau lo kepo," jawab Dika. Dika menyenderkan tubuhnya ke dinding. "Hari ini nyokap gue bakal dateng ke Indonesia dari Singapura" jelas Dika.
Abim terdiam. Dika menyunggingkan bibirnya melihat ekspresi Abim. Sudah ditebak dia pasti bakal sedih.
"Sakit kan? Makanya jangan kepo." Dika menepuk pundak Abim lalu berjalan pergi. Seketika dia tersenyum. Senyuman bangga seakan sudah membuat lawannya kalah benar-benar membuat nya senang. Mungkin hari ini adalah hari keberuntungan untuk dirinya.
Setelah bertemu dengan Abim, Dika berencana untuk mensucikan dirinya dengan cara pergi ke perpustakaan. Abim menurutnya bakteri. Yaitu bakteri kebodohan yang harus segera disucikan dengan membaca buku. Agar ia tidak terinfeksi bakteri kebodohan yang Abim miliki.
Sekolah ini sangat besar. Dika agak kesulitan mencari perpustakaan nya. Syukur saja Keyza sudah mengajaknya berkeliling sekolah hari itu. Jadi setidaknya Dika tidak akan tersesat, mungkin.
"Kenapa tinggi banget, sih." seorang gadis dari tadi melompat hendak mencapai buku di rak paling atas.
Dika yang melihatnya menghampiri gadis itu. "Permi—"
Dengan sigap Dika menangkap tubuh gadis yang hampir saja terjatuh itu. Matanya dan mata gadis itu sempat bertemu beberapa saat. Mereka berdua kini seakan terlena dengan tatapan masing-masing.
Setelah beberapa detik saling bertatapan, Dira mendorong Dika membuat lelaki itu hampir saja terjatuh.
"Bukannya bilang makasih udah dibantuin malah ngedorong," gumam Dika.
"Gue denger ya lo ngomong apa, Dik. Jangan berani lo ngehina gue!" Peringat Dira.
Dika memasang muka cengengesan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Sorry atuh, Dir."
Dira hendak kembali melompat. Dengan cepat Dika memegang tangan Dira hingga gadis itu tak sempat melompat. "Jangan lompat lagi, nanti jatuh."
Dira menatap kearah lain berusaha untuk tak bertatap muka dengan Dika. Dika menangkup wajah Dira membuat mata Dira kembali bertemu dengan mata Dika. "Mau apa? Aku aja yang ngambil."
Suara lembut Dika membuat Dira kembali lemah. Cepat-cepat dia memalingkan wajahnya menatap kearah lain. "Itu... ambilin yang buku kuning."
Dika melirik keatas. "Yang ini?" Dika menurunkan buku yang Dira maksud tadi.
Dira menarik kasar buku yang dipegang Dika. "Ma... makasih, Dika" suara yang begitu pelan namun Dika berhasil mendengarnya. "Apa, Dir? Aku nggak dengar."
KAMU SEDANG MEMBACA
ADIRA (regret)✔️
Novela JuvenilBELUM DI REVISI! JANGAN DIBACA, KALAU NGGAK MAU TERTEKAN! ⚠️ Terdapat banyak kata-kata kasar dan kekerasan! ⚠️ Ini tentang Adira Anastasya, gadis cantik nan pintar yang sangat dicintai oleh Abim dan Dika. Ini tentang Andika Putra, seorang lelaki SMA...