22: rumah

80 29 203
                                    

Seorang remaja berpakaian putih abu-abu itu kembali pulang ke rumah yang paling ia benci di dunia. Dengan raut wajah tak bersemangat dan dengan perasaan yang sedari tadi sudah memiliki firasat tak enak, ia tetap melangkah maju untuk masuk kedalam rumah bak neraka.

"Assalamualaikum," ucap Abim pelan. Ia melihat keseliling rumah tak ada orang, sunyi. Apa ayahnya sedang pergi? Ah entahlah, Abim tak peduli, malah lebih bagus kalau papanya a.k.a Dewantara itu tak ada di rumah. Setidaknya sehari ini ia bisa aman.

"Mama!" Abim meletakkan ransel miliknya ke atas kasur lalu pergi ke kamar sang mama yang berada di sebelah kamarnya.

"Arya, kamu udah pulang." Nirwani menyambut kedatangan Abim dengan memberi pelukan hangat kepada sang putra.

"Kamu udah makan?" tanya Nirwani lembut, sembari mengelus surai rambut Abim.

"Belom."

Nirwani melepaskan pelukannya perlahan, menangkup wajah sang putra "Ya udah kita makan ya, mama udah masak buat kamu." Abim mengangguk bersemangat, lalu berjalan mengekori Nirwani.

Abim duduk di kursi meja makan dengan raut wajah penuh kegembiraan. Nirwani menatap Abim gemas, entah kenapa hatinya merasa tersentuh melihat anaknya dengan senyum selebar itu, ia sudah lama tak melihat itu.

"Nih." Nirwani menaruh piring dengan lauk pauk lengkap di atasnya ke hadapan Abim. Bukan makanan yang mewah, hanya saja itu makanan kesukaan Abim. Ayam goreng dengan sambal ikan teri sebagai tambahan nya selalu membuat Abim tergiur. Apalagi kalau itu adalah masakan mamanya Abim akan menyantapnya dengan lahap.

Satu persatu suapan mulai masuk kedalam mulutnya, ia sangat senang, makanan ini sangat enak.

"Pelan-pelan makannya Arya, nanti kamu keselek," peringat Nirwani cemas.

Brakk

Aktivitas Abim terhenti, sendok yang jaraknya tinggal beberapa senti dari mulutnya terpaksa berhenti karena suara bantingan pintu terbuka yang cukup keras.

"Masuk... sini, Naura." Dewantara yang terlihat sedang tak sadarkan diri akibat sudah terlalu mabuk, mendudukkan tubuhnya ke sofa dan menyuruh seorang wanita untuk masuk kedalam.

"Aku masuk ya, Mas." Seorang wanita muda yang mengenakan dress hitam selutut dan high heels hitam yang cukup tinggi, serta dengan rambut yang tergerai indah, masuk kedalam rumah Abim. Wanita itu dengan sangat tidak sopan duduk disebelah Dewantara dengan jarak yang sangat dekat.

"Woi, lo berdua!" panggil Dewantara menatap Abim dan Nirwani yang sudah mematung di meja makan melihat wanita gila itu.

"Ambilin kita minum," ucap Dewantara.

Dewantara dengan sigap memeluk wanita dihadapannya dengan sangat erat. Jarak mereka sangat dekat, terlalu dekat, dan dengan cepat wanita itu menempelkan bibirnya ke bibir Dewantara. Dewantara membalas mengecup bibir wanitanya dengan agresif, seakan mereka lupa kalau manusia diajarkan untuk beradab.

Prangg

Abim membanting piring dan sendok itu kelantai dengan cukup kuat. Nasi dan sayur berantakan dan piring itu juga hancur berkeping-keping di lantai. Membuat kegiatan Dewantara dan wanita yang diketahui bernama Naura itu langsung berhenti seketika.

Abim bangkit, berjalan mendekati Dewantara dan wanita gila itu. Kesabarannya sudah habis, dia sudah tak tahan melihat tingkah papanya beserta selingkuhannya itu. Abim jijik melihat mereka berdua.

"Gue muak tau nggak! Muak!" Abim menatap tajam Dewantara dan Naura bergantian. Nafasnya memburu, wajahnya memerah, emosinya sudah berada di puncak.

"Arya, jangan." Nirwani datang menghampiri Abim, mendekati putranya, ia tak ingin Abim berurusan dengan Dewantara dan wanita simpanannya.

ADIRA (regret)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang