Arida setia berdiri di depan gerbang rumah Karan. Gadis itu sedari tadi menunggu Karan untuk keluar menemui nya.
Arida tersenyum saat dia melihat Karan keluar dari rumah nya. Karan membuka pagar rumahnya dan membawa Arida untuk menjauh dari rumah.
"Lo ngapain kesini?" Tanya Karan mengecilkan suaranya sambil melihat keadaan sekitar berharap tidak ada orang yang melihat Arida.
"Mau ketemu lo," jawab Arida enteng.
"Mending lo pergi sekarang." Karan mendorong tubuh Arida menjauh dari hadapannya.
Arida menahan tangan Karan yang hendak pergi meninggalkannya.
"Kok lo jadi jahat gini sih sama gue. Padahal waktu kita SMP lo baik banget," tutur Arida kecewa.
Karan dengan kasar menghempaskan tangan Arida. "Gue risih sama lo!"
Arida tertunduk tak berani menatap Karan yang terlihat sudah marah. "Lo kenapa sih masih aja deket sama gue? Gue nggak suka!"
Arida semakin tertunduk ketakutan melihat Karan marah. "Gue nggak suka sama cewek kayak lo!"
Arida perlahan memberanikan diri menatap Karan. "Lo baik sama gue, Kar. Lo Inget kan, dulu lo pernah bantuin gue yang di bully." Butuh banyak keberanian untuk mengatakan itu kepada Karan dan Arida berhasil melakukannya.
"Itu kan masa lalu! Lagian gue bantuin lo karena menurut gue lo itu lemah! Lo nggak bisa apa-apa."
"Tapi karena itu gue suka sama lo, Kar!" Balas Arida.
"Jadi cewek jangan baperan!" Bentak Karan.
Arida memejamkan matanya ketakutan. Karan melihat sekitar lalu pergi meninggalkan Arida begitu saja. Dia bahkan tidak merasa bersalah baru saja membentak seorang perempuan.
Arida perlahan kembali membuka matanya. Kini Karan sudah hilang dari hadapannya.
"Kenapa sih lo nggak mau nerima perasaan gue, Kar," lirih Arida. "Gue tulus sama lo." Setetes air mata yang sedari tadi ia tahan kini jatuh begitu saja.
Arida perlahan melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu. Dia melewati rumah Karan. Menatap rumah itu lirih.
Arida kembali melangkahkan kakinya. Seandainya Karan bisa menjadi lebih dari seorang teman buatnya. Seandainya Karan bisa menerima perasaan tulusnya. Seandainya Karan membalas perasaannya. Seandainya dan seandainya. Arida hanya bisa berandai-andai, karena sejatinya jangankan bisa menjadi lebih dari seorang teman, Karan bahkan tidak mau menjadi teman untuknya.
Kejadian saat Arida duduk di bangku SMP benar-benar membuatnya tergila-gila akan sosok Karan. Dimana saat dia menjadi bahan bully-an teman-temannya. Saat Arida di hina dan diberi umpatan yang tidak bermoral karena saat itu dia berstatus sebagai anak yatim yang kehilangan ayahnya.
Saat dia dijambak dan dikatai sebagai anak miskin yang bodoh. Saat Arida di lempari sampah saat dia berada di belakang sekolah. Saat Arida hanya bisa menangis tak berani melawan. Saat itu Karan datang sebagai penyelamat.
Karan datang bagaikan sosok Superman yang ingin menolongnya. "Jangan main kasar bisa nggak sih?!" Bentak Karan ke tiga orang yang sedang merundung Arida.
"Mau apa lo, Kar? Nggak usah sok jadi pahlawan ya," balas Karina—ketua geng yang menjadi dalang pembullyan Arida.
"Gue udah panggil guru, dan lo semua bakal dapet hukuman." Suara Karan seakan terlihat begitu dewasa. Dia begitu keren dan memukau. Arida benar-benar terpesona.
Seperti yang dikatakan Karan, guru-guru di sekolah mereka benar-benar datang menghampiri Arida dan juga Karina dkk.
Karina dan geng nya di hukum di keluarkan dari sekolah karena sudah merundung Arida selama tiga bulan. Setelah kepergian Karina kehidupan Arida begitu tenang dan damai. Ingin dia mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya buat Karan. Dan setelah mengumpulkan keberanian selama satu minggu akhirnya gadis itu mampu untuk menghampiri Karan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADIRA (regret)✔️
Fiksi RemajaBELUM DI REVISI! JANGAN DIBACA, KALAU NGGAK MAU TERTEKAN! ⚠️ Terdapat banyak kata-kata kasar dan kekerasan! ⚠️ Ini tentang Adira Anastasya, gadis cantik nan pintar yang sangat dicintai oleh Abim dan Dika. Ini tentang Andika Putra, seorang lelaki SMA...