Abim bergegas keluar dari kelasnya berjalan menuju gerbang sekolah. Sesekali ia melirik ke sekitar berharap tidak ada orang yang sedang mengikutinya. Apalagi kalau orang itu adalah Dika. Dia sudah sangat malas bertemu dengan Dika--si pengkhianat yang lagi-lagi mengkhianati Dira. Bisa-bisanya disaat Dira tak datang ia mengambil kesempatan untuk mendekati Keyza, tidak berperi kemanusiaan sekali. Namun, yang namanya ekspetasi tidak selalu sesuai dengan realita. Karena kenyataannya kini Dika sedang berdiri tegak dihadapannya. Membuat langkah terburu-buru Abim seketika terhenti.
"Buru-buru banget lo kenapa?" Abim mendengus pelan saat ia melihat Dika. Hal yang tak diinginkan selalu saja menjadi kenyataan.
"Minggir!" Abim mendorong Dika yang menghalangi jalannya. Namun dengan cepat Dika menahan pergelangan tangan Abim.
"Tunggu, Bim," cegat Dika. Abim membalikkan tubuhnya menatap malas ke Dika yang terlihat enggan ingin berbicara dengan dirinya.
"Dira kemana?" tanya Dika.
Abim memicingkan matanya, terkekeh kecil mendengar apa yang dikeluarkan dari mulut busuk si pengkhianat ini.
"Bukan urusan lo!" tegas Abim.
"Sekali lagi gue tanya Dira kemana, Arya."
Abim tertegun. 'Arya' dia tak menyangka kalau Dika akan memanggilnya dengan sebutan Arya. Nama yang sudah lama ia benci, kini nama itu keluar dengan mudahnya dari mulut Dika. Dika dulu memang lumayan sering memanggilnya 'Arya' karena hanya orang-orang tertentu yang bisa memanggilnya dengan nama itu. Abim merasa ada sesuatu yang berbeda, vibes ini sama seperti saat ia sedang bersama Dika dua tahun lalu.
"Woi!" Dika menjetikkan jarinya menyadarkan Abim dari lamunannya. "Gue tanya Dira kemana?" Nada bicara Dika sedikit lembut tidak ada tatapan tajam seperti yang selalu ia tunjukkan ke Abim. Abim sempat terlena, dia merasa kalau yang dihadapannya ini Dika sahabatnya bukan Dika musuhnya.
"Gue nggak tau," balas Abim.
Dika terkekeh pelan menggelengkan kepalanya. "Lo kan pacarnya, kok bisa nggak tau," sindir Dika.
"Kenapa lo nggak langsung nanya aja ke orangnya. Jangan nanya ke gue!" ketus Abim.
"Hp gue rusak, belom beli yang baru," balas Dika.
"Miskin juga lo ternyata," ujar Abim.
"Heh itu juga gara-gara lo ya jamal!" balas Dika meninggikan suaranya tak terima kalau Abim lupa apa yang baru saja terjadi antara mereka. Bisa-bisanya lelaki di depannya ini tak ingat kalau ia yang sudah membanting handphone Dika, saat Dika memergokinya selingkuh.
Abim menggaruk tengkuknya yang tak gatal memasang muka cengengesan, malu juga ya ternyata. "Ya maaf gue lupa."
Dika menyenggol bahu Abim pelan. "Dasar kang lupa lo!"
"Hahahaha, lo inget gue kang lupa ya."
"Jelas lah!"
Mereka berdua sempat tertawa bersama. Dalam waktu beberapa detik semuanya seakan sama seperti dua tahun lalu. Namun, yang namanya kebahagiaan tak berlangsung lama, suara tawa itu perlahan-lahan mengecil hingga akhirnya benar-benar hilang. Rasanya canggung sekarang.
Abim dan Dika terdiam. Hening tercipta diantara mereka berdua. Abim yang merasa bahwa vibes dulu telah hilang tanpa pikir panjang langsung melangkahkan kakinya menuju ke area parkir sekolah untuk segera pulang ke rumah.
"Mau sampai kapan lo nyembunyiin ini dari Dira?" Langkah Abim terhenti. Pertanyaan aneh yang keluar dari mulut Dika membuat tubuhnya seketika terasa kaku.
Abim membalikkan tubuhnya menatap ke arah Dika yang sedang berjalan mendekat ke arah nya. Abim bingung apa yang dimaksud oleh Dika. Apa yang dia sembunyikan? Dia tidak pernah menyembunyikan apa-apa dari Dira.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADIRA (regret)✔️
Novela JuvenilBELUM DI REVISI! JANGAN DIBACA, KALAU NGGAK MAU TERTEKAN! ⚠️ Terdapat banyak kata-kata kasar dan kekerasan! ⚠️ Ini tentang Adira Anastasya, gadis cantik nan pintar yang sangat dicintai oleh Abim dan Dika. Ini tentang Andika Putra, seorang lelaki SMA...