Dion
Di hari ketiga setelah kelakuan bodohku, aku merasa semuanya kini berubah. Erlang tak pernah lagi mau bicara denganku. Bahkan untuk bertemu pun enggan. Anna kini lebih sering menemani Erlang, hanya sesekali ia mendatangiku untuk sekedar menyakinkanku bahwa semuanya akan kembali baik. Dan Bianca, jelas ia berubah, tak sehidup Bianca yang aku kenal sebelumnya.
Pagi ini, di saat aku masuk ke dalam kelas, aku sedikit tercekat. Ada seseorang yang duduk di samping tempat dudukku. Tempat yang biasa diduduki oleh Bianca. Ia adalah Leo, salah satu teman sekelasku.
Aku mengedarkan pandanganku. Aku menangkap potret wajah Bianca yang justru sedang duduk di tempat duduk Leo. Aku berusaha tampak tidak peduli. Aku bergerak menuju tempat dudukku dan perlahan menyandarkan tubuhku di bangku.
"Yon," Leo memanggilku dengan suara nyaris tak terdengar.
Aku menoleh ke arahnya dan ia lanjut berbicara. "Bianca tadi maksa aku tuker tempat duduk, lagi ada masalah?"
Aku mengerutkan kening. Lalu aku sedikit tersenyum dan menggeleng perlahan. "Gak kok, mungkin dia cuma bosen aja duduk sebelah aku melulu hampir tiga tahun."
Leo mengangguk dan tak bertanya apapun lagi. Aku menatap Bianca lekat. Apa ia benar-benar marah padaku?
***
Sepulang sekolah, Bianca cepat-cepat merapikan barang-barangnya. Aku menyesuaikan kecepatanku dengan Bianca. Aku tidak ingin keluar kelas lebih dulu dari Bianca
Sebelum Bianca meninggalkan tempat duduknya, aku melihatnya memainkan ponselnya dengan serius. Setelah itu ia memasukkannya kedalam tas dan bergegas meninggalkan kelas.
Aku berjalan mengikuti Bianca. Ia tampak bergerak tergesa-gesa, seakan dikejar oleh waktu. Aku semakin penasaran dan akupun benar-benar menguntitnya.
Bianca berhenti di depan gerbang sekolah. Ia tampak sedang menunggu seseorang. Tak lama, kulihat Erlang menghentikan sepeda motornya di depan Bianca. Dengan wajah yang mendung, Erlang tampak sedang mendengarkan Bianca bicara. Aku tak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Tapi aku tahu, mereka membicarakan hal yang serius.
Aku melihat Bianca tertunduk cukup lama hingga akhirnya Erlang turun dari sepeda motornya dan mendekap Bianca erat-erat. Aku tersenyum miris. Akal sehatku membisikkan sesuatu. Dadaku terasa sesak, sedikit sulit menerima apa yang aku lihat. "Apa ini waktunya aku benar-benar melepaskan?" aku membatin.
***
Bianca
Apa yang harus aku lakukan?
Tiga hari sudah aku, Dion, Erlang, dan Anna tidak saling bertemu. Memang hanya tiga hari, tapi ini terasa begitu menyiksa. Apalagi saat di kelas, aku begitu canggung bertemu dengan Dion. Kami tak pernah sediam ini di kelas, bahkan saat salah satu di antara kami ngambek.
Hari ini aku memutuskan untuk datang sepagi mungkin. Aku juga sudah memutuskan untuk bertukar tempat duduk dengan siapapun di kelas. Aku sedang tidak ingin duduk bersama Dion. Keadaan sekarang ini membuatku sungguh tidak nyaman.
Saat aku memasuki ruang kelas, aku hanya melihat lima siswa yang sudah hadir. Semuanya tidak ada yang kukenal dekat. Akan tetapi ada dua dari lima anak itu yang tampak cukup dekat deng Dion. Mereka adalah Leo dan Tara. Aku pun menghampiri mereka berdua.
"Hei," aku mencoba menyapa mereka berdua.
Awalnya Tara dan Leo menatapku heran. Aku memang tidak pernah seramah ini pada siswa lain di kelas selain Dion.
"Aku boleh minta tolong gak?" aku bertanya ragu.
Leo dan Tara tampak semakin kebingungan. Lalu Tara pun mulai berbicara dengan suaranya yang lembut.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Lesson For Us
Teen FictionKata maaf kadang menjadi pelajaran untuk Bianca dan Dion. Pelajaran untuk lebih tahu apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan oleh keduanya. Hidup dua orang remaja memang tidak akan begitu kompleks. Akan tetapi waktu terus berjalan. Tak ada yang...