Angin bertiup kencang, membuat hujan berpusar-pusar disekelilingku. Perlahan aku mulai mengikis jarak dengan pijakanku. Memejamkan mata dan menghirup oksigen semampuku sambil terus menggerakan kakiku. Saat aku tak merasakan pijakan lagi di kedua kakiku, saat aku merasakan tubuhku melayang diudara selama beberapa second, saat itulah aku tahu, aku semakin dekat dengan semestaku.
Lebih dekat saat jutaan liter air menenggelamkan tubuhku.
Aku masih bisa melihat cahaya dari lampu jembatan. Itu artinya aku belum terlalu dalam. Aku bisa saja mencoba naik ke permukaan. Tapi aku enggan. Kedua tangan dan kakiku enggan bergerak sekadar mencoba melepaskan diri dari kukungan air yang mengukung tubuhku. Sedangkan paru-paruku sudah meronta memintaku untuk segera menghirup oksigen. Tapi aku tak perduli. Jadi, ku biarkan gravitasi menarik tubuhku hingga ke dasar yang paling dalam.
Entah ini sudah menit yang ke berapa. Aku mulai terbatuk bersamaan dengan gelembung-gelembung udara yang keluar dari mulutku. Kepalaku terasa ringan, dan aku mulai kedinginan. Tapi aku merasa cukup senang berada di tempatku sekarang, aku nyaris bahagia karena semua akan segera berakhir. Penderitaanku akan segera berakhir.
'Ibu, aku datang.'
Juanda Putra Mahesa (15)
KAMU SEDANG MEMBACA
SURRENDER (END)
Teen FictionJuan merasa hidupnya seperti terombang-ambing ditengah lautan setelah kepergian Ibunya untuk selama-lamanya. Banyak hal tak terduga yang Juan alami setelah kepergian Ibunya. Mulai dari fakta bahwa ia berasal dari keluarga berada hingga fakta bahwa I...