Suara penyiar berita di televisi menjadi satu-satunya yang mengisi kesunyian ruangan itu. Meski si penghuni ruangan itu terlihat sama sekali tidak tertarik untuk menonton siaran itu, tapi setidaknya suara dari si penyiar berita mampu mengusir sunyi yang mengukung.
Si penghuni ruangan yang merupakan remaja dengan sepasang mata bulat itu malah lebih tertarik melempar pandangannya ke luar jendela, dimana diluar langit sedang cerah-cerahnya. Dengan pikiran yang juga sedang melayang entah kemana.
Saat tengah larut dengan lamunannya, tiba-tiba suara pintu terbuka merenggut kembali kesadarannya. Disana berdiri sosok yang tidak pernah Juan bayangkan sebelumnya akan datang menemuinya.
Sosok itu adalah Mada. Berdiri dengan wajah kusut dan tas yang tersampir di pundaknya.
"Papa yang nyuruh ke sini"
Ya, tentu saja. Tidak ada manusia lain yang bisa menyuruh Mada untuk datang ke tempat orang yang -mungkin- dia benci, selain Papanya. Mahesa.
Belum sempat Juan mencerna situasi yang telah terjadi, Mada malah langsung melenggang masuk dan menghempaskan tubuhnya pada sofa bed yang ada diruangan itu. Mengambil posisi ternyaman untuk tidur.
Melihat hal itu, Juan lantas mematikan televisi yang masih menampilkan serangkaian berita. Takut-takut suaranya akan menggangu Mada yang hendak tidur.
Kemudian ruangan berubah menjadi semakin sunyi, dan canggung. Mengirim Mada untuk menemaninya benar-benar bukan solusi yang tepat. Terlebih Juan tau betapa Mada sangat tidak menyukainya. Ini akan menjadi waktu yang sangat panjang menunggu kakak atau papanya pulang dan bergantian menjaganya.
Sekitar 30 menit -atau mungkin lebih- semenjak kedatangan Mada di ruang rawat nya, ketukan pintu kembali terdengar. Kali ini perawat Siska yang datang bersama dengan nampan stenlis dikedua tangannya. Berjalan kearah Juan dengan senyuman hangat yang menghiasi wajahnya, membuat Juan balas tersenyum.
"Bagaimana keadaan kamu hari ini? Apa ada keluhan?" Perawat Siska langsung melempar pertanyaan begitu selesai menyimpan nampan diatas overbed table.
Juan menggeleng. "Hanya lemas aja, Sus. Selebihnya oke"
"Itu karena HB kamu masih rendah. Setelah selesai makan siang nanti, jangan lupa minum obat dan perbanyak istirahat" Wejangan yang sama yang selalu Juan dengar setiap waktu makan tiba.
"Bapak Mahesa belum datang? Atau mas Bara mungkin?" Tanya si perawat begitu dirinya tidak mendapati atensi kedua orang itu. Tapi kemudian matanya menangkap sosok pemuda yang berbaring nyaman diatas sofa bed.
"Itu siapa?" Tanyanya kemudian.
"Kak Mada. Papa yang nyuruh dia kesini untuk nemenin aku"
"Oh, kalau begitu biar Sus bangunin, biar dia suapin kamu"
Buru-buru Juan menolak. Bukan sebuah ide bagus jika Mada disuruh menyuapi Juan. "Jangan, Sus. Biar nanti tunggu Kak Mada bangun sendiri saja. Kasihan dia pasti lelah setelah seharian kuliah"
"Tapi sesuai dengan jadwal, kamu juga harus segera minum obat"
"Tunggu dulu barang 15 menit saja. Jika Kak Mada masih belum bangun juga, aku akan memanggil Sus untuk membangunkannya"
Tak ingin berdebat, perawat itu memilih mengiyakan saja. "Baiklah, kalau sampai 15 menit lagi Kakakmu itu tidak bangun, segera tekan nurse call, oke?"
Setelahnya perawat itu pergi dari ruang rawat Juan untuk kembali membagikan makan siang pada penghuni bangsal VIP lainnya. Bersama dengan itu Mada tiba-tiba bangun dari pembaringannya, dengan wajah lelahnya begitu kentara.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURRENDER (END)
Teen FictionJuan merasa hidupnya seperti terombang-ambing ditengah lautan setelah kepergian Ibunya untuk selama-lamanya. Banyak hal tak terduga yang Juan alami setelah kepergian Ibunya. Mulai dari fakta bahwa ia berasal dari keluarga berada hingga fakta bahwa I...