Matahari sore telah condong kearah barat. Menandakan siang akan segera berganti malam. Lalu lalang kendaraan masih sama padatnya seperti pagi tadi. Remaja itu duduk tenang menikmati kemacetan. Di kursi penumpang, Juan menyandarkan kepalanya pada kursi mobil. Matanya terpejam dengan tarikan napas teratur.
Sang sopir pasti berpikir jika Juan tengah tertidur. Padahal sebenarnya tidak. Pikirannya berkelana meratapi nasibnya yang tragis. Tidak pernah terbayang dibenak Juan kalau kehidupan remaja akan seberat ini.
Juan membuka matanya begitu mobil sampai di pelataran rumah mewah itu. Setelah mengucapkan terimakasih pada si sopir, Juan bergegas turun dari mobil itu. Sebenarnya, bagi Juan rumah atau pun sekolah itu sama saja. Sama-sama tempat yang ingin Juan hindari. Tapi sialnya dia harus terjebak pada kedua tempat itu.
Begitu membuka pintu utama, Juan langsung disuguhi atensi si anak sulung Mahesa yang sedang memangku camilan sambil menonton televisi. Cukup mengejutkan, mengingat si sulung jarang sekali berada dirumah. Selama tinggal disini hanya sesekali Juan melihat kakak tirinya itu ikut sarapan bersama.
"Oh, sudah pulang rupanya" Bara berkata sambil berjalan kearah Juan.
Juan hanya menanggapi dengan senyuman. Tidak tau juga harus seperti apa, mengingat dia tidak terlalu dekat dengan keluarga ini.
"Kamu sudah makan?" Tanya Bara lagi.
"Belum" Gugup, Juan benar-benar gugup. Baru pertama kali ada anggota keluarga yang bertanya seperti itu pada Juan.
"Ganti bajumu dulu, lalu kita makan bersama. Bi Diah sudah memasak banyak makanan"
Juan terperangah mendengar penuturan kakak tirinya barusan. Apa dia tidak salah dengar?
Memang jika dipikir-pikir sejak awal kedatangannya kerumah ini, hanya si sulung saja yang tidak memperlihatkan ketidaksukaannya pada Juan. Tidak juga menunjukkan kalau dia menerima kehadiran Juan. Si sulung lebih terlihat biasa saja. Dan ini adalah interaksi pertama mereka. Mungkin karena Bara jangan berada dirumah. Tapi Juan sangat bersyukur kakak tirinya itu tidak memperlakukannya seperti yang lain.
Meskipun Bara bersikap biasa aja, tapi berbeda dengan Juan. Rasa canggung tentu tidak dapat disembunyikan dari gelagatnya. Terlihat dari matanya yang tidak bisa fokus. Juan lebih sering melirik kearah Bara yang sedang menyuap nasi ke mulutnya, daripada piring didepannya.
"Ada apa? Kamu tidak suka makanannya?" Tegur Bara.
"Tidak, ini enak. Aku suka"
"Bagus kalau begitu habiskan" Bara kembali menyantap nasinya yang sisa separuh. Begitupun dengan Juan.
"Apa yang lain belum pulang?" Juan memberanikan diri memulai percakapan.
"Mereka makan malam diluar" Jelas Bara masih sibuk menyuap nasi ke mulutnya.
"Kak Bara gak ikut? " Tanya Juan penasaran. Tidak mungkin kakak tirinya itu tidak diajak.
"Kakak baru sampai. Malas kalau harus keluar lagi. Kasih juga bi Diah udah masak banyak. Kamu sendiri gak mungkin bisa menghabiskan" Jelas Bara. Juan hanya ber'oh' ria, kemudian kembali fokus pada makanannya.
Tidak ada percakapan lagi setelah itu. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.
*
Setelah selesai makan, Juan dan Bara memilih menghabiskan waktu di gazebo yang ada dihalaman belakang mansion. Terdapat kolam ikan yang dihuni banyak sekali ikan koi. Juan baru pertama kali ketempat ini. Karena sedari awal kedatangannya, Juan hanya menghabiskan waktu dikamarnya. Keluar kamar hanya untuk makan dan berangkat sekolah saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURRENDER (END)
Teen FictionJuan merasa hidupnya seperti terombang-ambing ditengah lautan setelah kepergian Ibunya untuk selama-lamanya. Banyak hal tak terduga yang Juan alami setelah kepergian Ibunya. Mulai dari fakta bahwa ia berasal dari keluarga berada hingga fakta bahwa I...