Bagian 14

3.8K 292 18
                                    

Jam kosong memang selalu menjadi hal yang mengasyikkan bagi para siswa, begitupun bagi Tommy. Dia sedang asyik mengobrol dan saling melempar candaan dengan teman-temannya.

"Tom, lihat ini" Seru Ivan sambil menyodorkan ponselnya pada Tommy.

Tommy mengambil ponsel itu dengan ogah-ogahan. Matanya langsung disuguhkan pada sebuah artikel yang hanya membaca judulnya saja berhasil membuat jantung Tommy berpacu lebih cepat.

"Ini Hoax!"

"Buktinya sudah sangat jelas. Bagaimana mungkin ini Hoax?" Jelas Ivan.

Tommy segera bangkit dari duduknya. Remaja itu bergegas meninggalkan kelasnya. Bahkan dia tidak mengindahkan panggilan dari teman-temannya. Tujuannya hanya satu, kelas Juan.

Jika berita itu benar bahwa Juan adalah anak Tuan Mahesa, berarti selama ini Tommy sudah sangat salah paham terhadap Juan dan juga Ayahnya. Tommy hanya ingin memastikan bahwa selama ini dirinya tidak salah.

Tommy memasuki kelas itu bahkan tanpa melihat situasi didalam kelas. Guru yang heran melihat kedatangan Tommy yang tiba-tiba pun lantas bertanya.

"Ada apa Tommy?"

Tommy terlihat celingukan, dia melihat kearah bangku yang biasa Juan tempati, namun bangku itu kosong.

"Saya mencari Juan" Kata anak itu to the point.

"Juanda Putra Mahesa, tadi seseorang menjemputnya pulang karena ada urusan keluarga" Guru itu menjelaskan.

Tommy terdiam. Kemudian tanpa mengatakan apapun Tommy pergi meninggalkan ruang kelas itu. Dirinya berjalan menyusuri koridor sekolah yang sepi dengan pikiran yang berkecamuk.

Juanda Putra Mahesa, adalah anak dari Tuan Mahesa, bos Ayahnya. Sekarang semuanya terasa sangat masuk akal. Tommy menjambak rambutnya frustasi, mendadak dia menyesal tidak pernah percaya dengan perkataan Ayahnya.

*****

Juan kaget begitu pintu kamarnya dibuka dengan kasar. Disana, dia melihat Mada berjalan dengan kilatan marah kearahnya. Juan yang sedang duduk ditepi ranjangnya belum sempat bereaksi apapun saat Mada menarik kerah seragam sekolahnya. Dari jarak sedekat ini, Juan bisa melihat dengan jelas wajah Mada yang merah karena marah.

"Sialan. Kamu berniat menghancurkan keluargaku, huuh?" Tanya Mada marah.

Juan tidak menjawab apapun. Juan pikir percuma saja, laki-laki dihadapannya ini tidak akan mengerti apapun yang Juan jelaskan.

"Kenapa diam saja, brengsek? Ini pasti rencanamu, iyakan? Kau senang?"

Juan menggeleng. "Bukan seperti itu, Kak"

"DIAM! Aku bukan Kakakmu" Teriak Mada marah. "Kamu dan Ibumu sama saja. Sama-sama perusak kebahagiaan keluargaku. Bahkan setelah wanita itu matipun, dia masih saja menimbulkan masalah dikeluarga ini"

Juan balik menatap Mada. Sekarang kilat amarah juga ada pada mata anak itu. Juan menyentak tangan Mada yang mencengkram kerah seragamnya dengan kasar, menyebabkan cengkraman itu terlepas.

"Kalau Ibuku adalah perusak kebahagiaan, berarti Ibumu adalah seorang pembunuh" Sarkas Juan. Dia tidak rela Ibunya terus menerus dijadikan bahan olokan keluarga ini. Sementara seseorang yang berstatus sebagai istri pertama pun memiliki salah yang tidak termaafkan.

"Apa maksudmu sialan?" Mada balik marah. Dia tidak terima dengan apa yang Juan katakan barusan.

Juan beralih mengambil sesuatu dibalik bantalnya. Dia menyodorkan buku itu kedepan Mada.

"Didalam buku ini, Ibumu mengakui sendiri perbuatannya. Dia menulis semuanya. Bagaimana dia membunuh Ibuku 13 tahun yang lalu"

Mada jelas mengenal buku itu. Dulu dia sering melihat Ibunya menulis di buku itu. Tapi otaknya seolah menyangkal apapun yang Juan katakan barusan. Ibunya tidak mungkin melakukan hal keji seperti itu.

SURRENDER (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang