Bi Diah berjalan bolak-balik didepan pintu kamar majikannya. Tangannya sibuk memainkan ujung kaos oblong yang dia kenakan. Hatinya tidak karuan, antara mengetuk pintu kamar itu atau tidak. Masalahnya ini sudah tengah malam, kedua majikannya pasti sedang tertidur. Tapi disisi lain anak majikannya yang sedang sakit membutuhkan bantuan. Karena anak itu tidak berhenti menggigil dan memuntahkan isi perutnya. Bi Diah tidak bisa menangani ini sendirian. Saat sedang bergelut dengan pikirannya, tiba-tiba seseorang memanggilnya dari belakang.
"Bi Diah?"
Bi Diah terlonjat kaget mendengar panggilan itu. Bukan apa-apa, tapi ini sudah tengah malam dan dia pikir semua penghuni rumah ini sudah tertidur.
"Ya ampun, non Melda. Bibi kaget." Kata wanita baya itu sambil memegang dadanya.
"Bibi ngapain bolak-balik disitu?" Tanya Melda.
Wanita berusia 25 tahun itu hendak pergi ke dapur untuk mengambil minum. Tapi saat sampai didepan kamar orangtuanya, Melda melihat ART dirumahnya itu sedang mondar-mandir seperti orang bingung.
"Anu non. Den Juan sakit, dia demam dan muntah-muntah. Bibi khawatir non. Bibi bingung harus gimana. Bibi takut kalau harus bangunin nyonya Maharani" Bi Diah mengutarakan kebimbangan nya.
"Boleh aku lihat anak itu?" Tanya Melda ragu.
Bi Diah mengangguk, kemudian menuntun langkah ke kamar Juan.
Didalam, Juan sudah sangat lemas. Anak itu duduk bersandar pada kepala ranjang, dengan bertelanjang dada. Bajunya kotor terkena muntahan. Juan benar-benar kepayahan, pusing dan mual masih enggan berhenti menyiksanya. Ditambah sekarang tangannya yang diinfus juga berdenyut sakit.
Juan tau ada yang salah dengan infusan yang bertengger dipunggung tangannya. Juan juga pernah sakit dan mengharuskannya untuk diinfus. Tapi rasanya tidak sesakit ini.
Saat tengah bergelut dengan sakitnya, Juan mendengar suara langkah kaki mendekat kearahnya. Mungkin Bi Diah. Entahlah, Juan tidak ingin membuka matanya sekedar melihat siapa yang datang. Bukan apa-apa, hanya saja setiap Juan membuka mata pusing langsung mendera kepalanya.
"Aden, ada Kak Melda" Bisik Bi Diah pada Juan.
Juan hanya bergumam tidak jelas. Sungguh, rasanya Juan antara sadar dan tidak saat ini.
Melda mendekat kearah ranjang. Tangannya menyentuh kening Juan. Matanya membola begitu merasakan suhu tubuh Juan yang diatas rata-rata. Melda merasakan panas yang menyengat meski hanya menyentuh keningnya.
"Bi, bantu aku baringkan dia" Melda sedikit panik. Dia dibantu Bi Diah mulai membaringkan tubuh Juan.
Kemudian Melda menyuruh Bi Diah untuk mengambil alat-alat pemeriksaan yang ada di ruang kerja Mamanya. Melda sedikit banyak mengetahui penanganan apa saja yang harus diberikan pada pasien dengan demam tinggi seperti Juan saat ini. Mengingat Melda juga merupakan dokter magang dirumah sakit yang sama dengan Mamanya.
Begitu Bi Diah kembali, Melda langsung mengambil stetoskop dari dalam tas kerja Mamanya.
"Berapa kali dia muntah, Bi" Tanya Melda.
"Bibi lupa, Non. Tapi sudah lebih dari 3 kali" Bi Diah menjawab sambil memperhatikan Melda saat memeriksa Juan.
Melda hendak menyuntikkan obat Ranifin pada infuset Juan tapi matanya tak sengaja melihat ruam kemerahan di sekitar punggung tangan Juan yang terdapat infus. Selain itu, tangan Juan juga terlihat bengkak. Seketika Melda menyadari ada yang salah dengan infusan tersebut.
"Siapa yang memasang infus ini?" Melda bertanya sambil berbalik menatap Bi Diah.
"Nyonya Maharani, Non"
KAMU SEDANG MEMBACA
SURRENDER (END)
Teen FictionJuan merasa hidupnya seperti terombang-ambing ditengah lautan setelah kepergian Ibunya untuk selama-lamanya. Banyak hal tak terduga yang Juan alami setelah kepergian Ibunya. Mulai dari fakta bahwa ia berasal dari keluarga berada hingga fakta bahwa I...