"Tolong bawa saya pergi dari sini. Saya mohon."
Juan melihat begitu banyak gedung pencakar langit yang berjejer rapi di sepanjang jalan yang dilaluinya. Matanya tak henti melihat apapun yang baginya terlihat asing dan keren. 'Menakjubkan' pikirnya.
Pria yang duduk di sampingnya hanya diam memperhatikan. Tak ingin banyak berkomentar.
Tak lama setelah Juan terlihat mulai duduk tenang di kursinya, pria itu merogoh saku jas yang ia kenakan. Mengambil amplop putih yang tadi Juan berikan kepadanya. Lalu memberikan kembali amplop itu pada Juan.
Juan yang mendapati amplop putih itu kembali padanya, hanya bisa mengernyitkan dahi bingung.
"Saya bukan Tuan Mahesa. Saya David, asisten pribadinya." Kata pria itu menyadari kebingungan Juan.
"Jadi orang yang semalam saya telpon itu siapa?" Tanya Juan memastikan.
Pria itu berdehem sebelum menjawab.
"Itu saya. Dan sebenarnya yang bertugas mentransfer uang dan memenuhi kebutuhan kamu setiap bulannya itu juga saya." Jelas David.'Ya, meskipun itu gak pernah nyampe ke aku ataupun ibu.' batin Juan.
"Jika paman David adalah asistennya, lalu dimana Tuan Mahesa sebenarnya?"
*****
Disini, ditempat dia menjejakkan kakinya saat ini. Juan tidak pernah menyangka gedung-gedung pencakar langit yang dia kagumi sedari tadi adalah tempat yang akan dia datangi.
Pria bernama David yang Juan kenal sebagai asisten pribadi Ayah kandungnya membawa Juan masuk kedalam bangunan super luas ini. Matanya terbelalak kagum mengamati setiap sisi bangunan ini. Tanpa dia tahu bangunan ini milik Ayahnya.
Banyak orang-orang berpakaian rapi berlalu lalang disekitar bangunan luas ini. Juan memperhatikan orang-orang itu yang juga memperhatikannya. Mungkin mereka aneh melihat anak berseragam SMP datang ke sebuah perusahaan besar bersama asisten pribadi pemilik perusahaan ini.
Setelah menaiki lift dan berjalan melewati beberapa ruangan, Juan sampai didepan pintu kaca semi transparan dengan papan kaca bertuliskan 'CEO ROOM' yang tergantung dibaliknya.
Sesaat sebelum membuka pintu kaca tersebut, David menyempatkan diri untuk melihat Juan yang juga sedang melihat kearahnya. Terlihat kegelisahan di mata anak itu. Helaan nafas terdengar dari mulut Juan. Jelas anak itu sangat gugup. Bertemu seseorang yang bahkan hampir tidak pernah dia temui seumur hidupnya. Bahkan saat mata mereka saling bertemu.
Sosok pria paruh baya dengan kacamata oval membingkai kedua matanya. Pria kisaran usia 50 tahunan yang juga terperangah melihat kearahnya.
Ada perasaan aneh menyeruak, saat mata itu tanpa sengaja bertemu tatap dengan mata bulat jernih dengan iris coklat gelap itu. Seperti perasaan rindu yang belum pernah pria itu rasakan.
"Terimakasih, David. Sekarang kamu bisa pergi." Kata pertama begitu David dan Juan sampai dihadapan pria paruh baya itu.
Setelah memberi hormat, David lantas pergi dari ruangan itu. Menyisakan Juan dan Mahesa disana.
"Duduklah." Mahesa lantas memberikan ruang disampingnya yang langsung ditempati Juan.
"Jadi Rahma sudah meninggal ya?" Kata itu menjadi pembuka utama dari percakapan antara ayah dan anak baru saja bertemu setelah sekian lama.
Juan mengangguk lantas merogoh saku seragamnya dan menyerahkan amplop putih pada Mahesa.
"Ibu menitipkan ini sebelum dia meninggal."
KAMU SEDANG MEMBACA
SURRENDER (END)
Teen FictionJuan merasa hidupnya seperti terombang-ambing ditengah lautan setelah kepergian Ibunya untuk selama-lamanya. Banyak hal tak terduga yang Juan alami setelah kepergian Ibunya. Mulai dari fakta bahwa ia berasal dari keluarga berada hingga fakta bahwa I...