Bagian 19

3.6K 335 29
                                    

Juan akhirnya membuka mata 32 jam pasca operasi. Saat itu hanya ada Bara yang menemaninya. Mahesa lagi-lagi harus beranjak dari sisi putranya karena ada urusan penting di perusahaan.

Bara awalnya dibuat kaget saat tiba-tiba tubuh Juan mengejang sesaat sebelum akhirnya terbatuk rejan. Mencoba tentang, Bara kemudian memanggil perawat jaga agar segera memeriksa adiknya.

Bara menggenggam tangan adiknya sambil terus membisikkan kalimat-kalimat penenang untuk si adik.
Perlahan mata bulat itu terbuka, masih dengan suara batuk yang terdengar menyiksa, mata itu bergulir seolah menindai ruangan.

Tak lama dokter datang dengan beberapa perawat mengekor dibelakangnya. Mereka hendak mengambil alih tubuh Juan, tetapi cengkraman tangan Juan pada tangan Bara tak ingin terlepas.

"Biarkan saya disini. Adik saya membutuhkan saya" Mohon Bara yang langsung diangguki oleh dokter.

Kemudian paramedis itu mulai melakukan pemeriksaan, seperti tanda vital, saturasi oksigen dan lain-lain. Juan masih saja batuk meski terdengar tidak se-mengerikan tadi saat baru terbangun.

Juan merasa sangat tidak nyaman, seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Membuat tenggorokan sakit dan gatal hingga Juan tidak bisa berhenti terbatuk. Tapi setiap kali Juan batuk, perutnya akan terasa sakit. Sungguh ini sangat menyiksanya, bahkan air matanya ikut mengalir membasahi pelipisnya.

Bara yang melihat adiknya menangis pun segera menghapus air mata itu.

"Tidak apa-apa, Juan. Kakak disini" Bara mencoba menenangkan adiknya yang terlihat tersiksa karena batuknya. Apalagi saat dokter mencoba melepas selang dari dalam rongga mulut Juan. Anak itu semakin mengeratkan genggamannya pada tangan Bara dengan derai air mata yang semakin membasahi wajahnya.

Seorang perawat mencoba menahan luka bekas operasi Juan agar tidak mendapat guncang terlalu kuat akibat Juan yang terus menerus terbatuk, karena itu bisa saja membuat jahitan nya terbuka.

Setelah berhasil mengeluarkan selang ETT dari mulut Juan, dokter segera menggantinya dengan masker oksigen. Mata Juan terlihat masih belum memiliki fokus sementara dadanya naik turun tidak beraturan. Mungkin anak itu masih berusaha mengontrol laju napasnya.

"Kamu hebat. Kamu bisa melalui semuanya dengan baik" Bara berusaha memberi semangat kendati Juan masih tidak bisa merespon.

Dokter Ridwan telah selesai menyuntikkan obat pada Juan, saat melihat bagaimana Bara memperlakukan adik beda ibu itu dengan sangat baik.

Hanya ada beberapa dokter dan perawat saja yang mengetahui tentang siapa Juan sebenarnya. Dan tentu saja Mahesa telah meminta mereka untuk tutup mulut dengan dijanjikan uang yang tidak sedikit.

"Juan akan diobservasi selama 2 jam kedepan, jika kondisinya stabil, dia akan dipindahkan ke ruang rawatnya" Ucap Dokter Ridwan setelah selesai dengan pemeriksaannya.

Bara hanya mengangguk, kemudian kembali fokus pada adiknya. Tangannya yang bebas dari genggaman Juan ia gunakan untuk mengelus surai adiknya.

Matanya nanar melihat adiknya yang masih kesulitan bernapas. Wajar saja karena selama beberapa hari ini Juan bernapas dengan bantuan ventilator, dan sekarang paru-parunya harus menyesuaikan lagi untuk bekerja tanpa bantuan ventilator.

"I-bu.. " Disela-sela usahanya untuk mengais oksigen, Juan berbisik lirih mencari keberadaan orang ter-kasihnya.

"Hei, ini kakak. Kakak disini" Bara mendekatkan wajahnya pada Juan. Mencoba mengambil fokus adiknya.

Dan berhasil. Anak itu menoleh dan sepasang netra bulat itu bertemu dengan sepasang netra milik Bara.

"Ka-kak.. "

SURRENDER (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang