Ada, tapi tidak terlihat. Itulah yang dapat mendeskripsikan Juan saat ini.
Dirinya ada, berlalu lalang didalam mansion ini. Tapi orang-orang itu seolah tidak melihatnya. Mengabaikannya seolah dia tidak pernah ada.
Sudah satu bulan sejak pertama Juan pindah ke rumah ini, dia pikir dirinya akan terbiasa dengan perlakuan mereka. Tapi tetap saja hatinya masih merasakan sakit diabaikan oleh orang-orang itu.
Melihat pantulan dirinya di kaca besar yang ada dikamarnya, sekarang tubuhnya sudah terbalut seragam sekolahnya yang baru. Ya, sekarang Juan resmi menjadi murid Sekolah Menengah Atas.
Jika diteliti, memang ada yang berubah dari fisik Juan setelah pindah ke rumah ini. Sudah tidak ada lebam lagi yang ada pada tubuhnya. Tapi luka itu sekarang berpindah. Bukan lagi luka fisik yang Juan rasakan, melainkan hatinya.
Terlebih perlakuan ibu tiri dan kedua kakak tirinya yang selalu sinis pada Juan. Bahkan Mahesa selaku ayah kandungnya tak pernah sekalipun membela Juan. Mahesa malah terkesan cuek dan tidak perduli.
Seperti saat ini. Di meja makan yang ditempati 5 orang itu, obrolan antara ayah, ibu dan anak-anaknya -tentu Juan tidak termasuk- saling bersahutan. Terkadang diselingi tawa layaknya keluarga bahagia.
Juan mencoba untuk mengabaikan keseruan mereka dan memilih menghabiskan sarapannya yang terasa hambar, karena lagi dan lagi dirinya diabaikan.
"Mama berangkat duluan ya. Kalian habiskan sarapannya" Maharani menyempatkan mencium pipi anaknya -Mada dan Melda- sebelum beranjak dari ruang makan itu. Maharani berprofesi sebagai seorang dokter umum disalah satu rumah sakit yang dekat dengan tempat tinggal mereka.
Juan yang melihat berapa besar rasa sayang Maharani pada anak-anaknya membuat sedikit rasa iri timbul dalam hatinya. Juan pun ingin diperlakukan seperti itu, tapi dia sadar dirinya tidak mungkin mendapatkan perlakuan seperti itu.
"Juan, ini hari pertama kamu masuk sekolah. Tolong jangan buat masalah dan ingat, jangan sampai ada yang mengetahui siapa kamu sebenarnya" Mahesa memperingatkan.
"Iya, Pa"
"Nanti David yang akan mengantarkan kamu ke sekolah. Dan dia juga yang akan menjadi wali murid kamu"
Kali ini Juan hanya mengangguk. Setelah selesai dengan sarapannya, Juan bergegas keluar dari mansion itu dan ternyata David sudah menunggunya di dalam mobil yang terparkir dihalaman mansion itu. Tanpa babibu Juan segera naik dan mobil melaju meninggalkan pekarangan rumah itu.
****
Sekolah ini begitu luas. Itu hal pertama yang Juan pikiran saat pertama kali menginjak kakinya disekolah ini. Bangunan 4 lantai ini memiliki lapangan yang sangat luas. Saking luasnya, Juan takut tersesat.
Sekarang Juan dan David sedang menyusuri koridor menuju kelas Juan yang ada di lantai 4. Cukup melelahkan juga menaiki anak tangga sampai lantai 4. Tidak terbayang Juan harus naik turun tangga sampai ke lantai 4 setiap harinya.
"Nah, kita sudah sampai. Belajarlah dengan baik" David mengusap pundak Juan, memberi semangat.
"Terimakasih Paman, sudah mau mengantarkan aku"
"Tidak masalah. Sekarang masuklah" Kali ini David beralih mengusap rambut Juan.
Setelah memastikan Juan sudah masuk ke kelasnya, David kemudian berbalik meninggalkan gedung sekolah itu menuju tempat kerjanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURRENDER (END)
Teen FictionJuan merasa hidupnya seperti terombang-ambing ditengah lautan setelah kepergian Ibunya untuk selama-lamanya. Banyak hal tak terduga yang Juan alami setelah kepergian Ibunya. Mulai dari fakta bahwa ia berasal dari keluarga berada hingga fakta bahwa I...