Dugaan Juan tentang perkataan papanya tempo hari terbukti benar. Karena setelah hari itu, Mahesa tidak pernah lagi datang untuk mengunjunginya. Bahkan sampai hari ini dimana dokter telah mengizinkannya untuk pulang. Hanya ada Bara dan sopir keluarga Mahesa yang membantu membereskan barang-barang Juan selama dirinya dirawat di rumah sakit. Padahal di saat-saat seperti ini, Mahesa lah yang paling Juan butuhkan.
Bara sedang membantu Juan mengenakan jaketnya saat Juan akhirnya buka suara perihal keberadaan papanya.
"Papa tidak ikut menjemput, Kak?" Tanya Juan ragu.
Aktivis Bara yang sedang membantu Juan seketika terhenti setelah mendengar penuturannya. Bara bingung harus menjawab apa, dirinya hanya takut jika jawabannya bisa menyakiti Juan.
"Saat ini Papa sedang sangat sibuk di perusahaan. Nanti setelah pulang kerja, Papa pasti akan menemui Juan" Bara mencoba menenangkan.
Juan memilih percaya saja. Wajar jika Papanya itu sibuk, mengingat saat kondisi Juan memburuk beberapa hari lalu, Mahesa sama sekali tidak beranjak sedikitpun dari sisinya.
Tapi apa benar itu alasannya? Papanya tidak sedang menghindarinya kan?
"Kamu sedang memikirkan apa? Ingat kata dokter Ridwan, jangan stress dan jaga kesehatan" Tegur Bara saat mendapati adiknya tengah melamun.
Setelah membereskan semua barang dan menyelesaikan administrasi, Juan akhirnya bisa menginggalkan tempat yang didominasi bau antiseptik itu.
Mau dinasihati seperti apapun, nyatanya pikiran Juan tetap tidak bisa tenang. Juan takut sikap Papanya akan kembali seperti sebelumnya. Acuh dan seolah tidak perduli terhadapnya.
Tidak terasa mobil yang ditumpangi Bara dan Juan telah sampai di pelataran mansion. Bara segera memapah Juan memasuki mansion.
Didalam mansion benar-benar sepi, tidak ada seorangpun yang menyambut kepulangan Juan. Tapi Juan tentu sudah menduga akan hal itu, dia juga tidak mengharapkan sambutan dari siapapun, kecuali Papanya.
Bara memapah Juan hingga ke kamarnya, lalu pamit pergi sebentar untuk menyuruh Bi Diah membuatkan bubur untuk anak itu.
Kini tinggallah Juan sendirian dikamarnya. Kamar yang selama beberapa minggu ini Juan tinggalkan. Tidak ada yang berubah dari kamarnya, semuanya masih tetap sama seperti saat terakhir ia tinggalkan.
Kemudian Juan teringat sesuatu, buru-buru dia membuka laci nakas yang berada persis di sebelah kasurnya.
Laci pertama, laci kedua bahkan hingga laci terakhir, tapi sesuatu yang dicarinya tidak kunjung ditemukan. Buku harian milik Maharani tidak dapat Juan temukan. Mungkinkah seseorang mengambilnya? Tapi siapa.
Terakhir Juan menunjukkan buku itu pada Mada, mungkinkah dia yang mengambilnya.
"Mencari sesuatu?"
Sedikit terkejut, Juan menoleh kearah pintu yang ternyata sudah ada Bara yang berdiri disana lengkap dengan semangkuk bubur ditangannya.
"Emm, aku tidak dapat menemukan earphone ku, Kak" Alibi Juan.
"Makanlah dulu. Nanti Kakak bantu carikan"
Juan menurut saja, menerima setiap suapan yang Bara berikan. Entah bagaimana jadinya jika tidak ada Bara di sampingnya. Mungkin Juan akan merasa benar-benar terbuang.
"Kak, kapan Papa pulang?" Juan bertanya di sela-sela suapan yang Bara berikan.
"Nanti malam mungkin Papa baru akan sampai" Jawab Bara seadanya.
Sejujurnya Bara juga dibuat bingung dengan sikap Papanya yang tiba-tiba berubah. Tidak seperti saat kondisi Juan yang kritis, Papanya itu seperti enggan meninggalkan Juan sedikitpun. Tapi sekarang saat kondisi Juan berangsur membaik, Mahesa malah seperti menghindar dari Juan. Bara benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURRENDER (END)
Teen FictionJuan merasa hidupnya seperti terombang-ambing ditengah lautan setelah kepergian Ibunya untuk selama-lamanya. Banyak hal tak terduga yang Juan alami setelah kepergian Ibunya. Mulai dari fakta bahwa ia berasal dari keluarga berada hingga fakta bahwa I...