Bagian 22

2.9K 298 17
                                    

"Apa ada keluhan yang kamu rasakan" Dokter berkata sambil memeriksa hasil pemekaran terakhir dari pasiennya.

Remaja yang kini berusia 16 tahun itu terlihat mengulum bibirnya sebelum akhirnya lantas mengangguk.

"Saya sering merasakan sakit pada luka bekas operasi. Seperti ditusuk tusuk jarum. Disertai gatal dan panas" Jelasnya.

"Benarkah? Sejak kapan kamu merasakan hal itu, Juan?" Tanya dokter Ridwan pada remaja dihadapannya yang ternyata adalah Juanda.

Juan coba mengingat. "Mungkin sejak beberapa hari kemarin sebelum cek up"

"Biar saya periksa dulu"

Dokter pun menuntun Juan pada bed pemeriksaan. Menyuruhnya berbaring sementara dirinya memeriksa luka hasil tangannya.

Terlihat ruam kemerahan disekitar bekas operasinya. Saat di sentuh, suhunya juga terasa lebih hangat.

"Apa lukanya sering dibersihkan?" Dokter Ridwan mulai menginterogasi. Kemudian dibalas anggukan oleh remaja yang berbaring dihadapannya.

"Siapa yang bertugas merawat lukamu?" Lagi, dokter Ridwan kembali mengajukan pertanyaan.

"Saya sendiri, Dok"

Dokter Ridwan terlihat menghela napasnya. Dia tentu sangat mengetahui siapa sebenarnya remaja yang ada dihadapannya ini. Terlepas dari fakta bahwa dia tidak boleh mengatakan pada siapapun tentang identitas asli si remaja, setidaknya dia tahu ada dua orang dokter yang berada satu atap dengan Juan. Tapi bagaimana bisa Juan mengalami infeksi pada lukanya.

"Memangnya tidak ada yang bisa membantumu mengganti perban dan membersihkan lukamu?"

"Mereka pasti sedang sangat sibuk. Saya tidak ingin mengganggu. Jika hanya mengganti perban, saya juga bisa melakukannya"

Dokter Ridwan terlihat mengoleskan salep pada luka di perut Juan. Kemudian kembali membalut luka itu dengan perban. Saat sedang membalut luka, dokter Ridwan memperhatikan wajah remaja yang berbaring tenang sambil menatap langit-langit ruangan.

Anak itu sangat tampan, memiliki mata bulat yang indah dan bibir mungil dan ranum. Namun sayangnya, nasibnya tak seindah parasnya. Di usia yang masih sangat belia, Juan harus menanggung sakitnya penolakan. Entah penolakan itu berasal dari keluarga tirinya bahkan dari ayahnya sendiri. Tapi dokter Ridwan benar-benar salut karena Juan mampu menghadapi segala dengan baik.

Namun siapa yang tau betapa lama seseorang akan bertahan dengan rasa sakitnya?

"Lukanya terkena infeksi. Kamu harus lebih memperhatikan lukanya jika tidak ingin infeksi nya bertambah parah" Kemudian dokter Ridwan membantu Juan bangkit dari pembaringannya. "Dan satu hal lagi, tidak ada salahnya meminta bantuan pada orang dewasa. Mereka berhak ikut andil dalam pemulihan kamu, Juan"

"Saya hanya tidak ingin terlalu merepotkan mereka. Kehadiran saya saja sudah cukup membuat mereka kesulitan" anak itu berbicara dengan suara yang bergetar menahan sesak didadanya.

Dokter Ridwan mengelus punggung Juan, mencoba menenangkan. "Bukan salahmu jika pada akhirnya kamu terlahir didunia. Jika memang harus ada yang disalahkan, maka salahkanlah orang dewasa. Karena atas keinginan merekalah kamu lahir didunia"

Juan terdiam tidak menolak atapun mengiyakan perkataan dokter Ridwan. Karena pada kenyataannya, Juan lah yang disalahkan kelahirannya.

*****

Mahesa tengah menikmati waktu senggangnya dengan meminum secangkir kopi dan melihat pemandangan diluar gedung perusahaannya. Lalu lalang kendaraan dan orang-orang menjadi hal biasa dalam meramaikan hiruk-pikuk kota.

SURRENDER (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang