Selalu Di Sisimu
"Apapun yang kau dengar dan katakan, itu semua hanyalah kulit. Sebab, inti dari cinta adalah sebuah rahasia yang tak terungkapkan."
Pagi ini suamiku kembali mendapat panggilan tugas. Sebagai seorang prajurit militer yang loyal pada negara, sudah pasti ia tak bisa mengabaikannya. Suamiku memang orang yang kaku. Tapi sebenarnya dia perhatian dan penyayang. Namun hari ini seperti ada yang berbeda. Ketika dirinya meninggalkan rumah, entah kenapa aku merasa dia akan pergi ke tempat yang jauh, jauh sekali. Begitu jauh hingga aku tak bisa lagi menggapainya. Menggapai tangannya yang besar dan kekar. Menggenggamnya dengan penuh kasih sayang, sembari berkata, "Aku mencintaimu."
Ingin rasanya kuhentikan langkahnya, mencegah ia pergi. Tetapi, ketika menyadari kalau itu sia-sia, tanganku tak kuasa untuk bertindak. Akhirnya aku hanya bisa pasrah melihat punggung yang kokoh itu semakin menjauh. Yang bisa kulakukan hanyalah berdoa kepada para dewa untuk selalu menjaganya.
Yuu, buah hati kami satu-satunya yang berumur 5 tahun, bergelayut manja di lenganku. Dengan mata bulatnya yang berlinang air mata, ia bertanya kenapa Fernando pergi. Sambil mengusap kepalanya, aku berkata padanya bahwa ayahnya pergi untuk melaksanakan tugas mulia. Ia meringkuk di pelukanku, masih tidak rela ayahnya pergi.
Lantunan melodi dari aliran sungai terdengar begitu teratur. Seolah ada seorang komposer yang memandu mereka. Gemericiknya saling bersahutan. Dinginnya menghanyutkan kenangan. Permukaannya merefleksikan dunia dari sudut pandang yang berbeda. Dunia yang rapuh. Begitu rapuhnya hingga satu riak saja dapat menggetarkan permukaannya. Di permukaan dunia itu, wajahku terombang-ambing, ikut menari mengikuti melodi. Aku menyukai dunia itu. Tiap kali mengalami kesulitan dalam hidup, aku selalu berkunjung ke sana. Hanya dengan memandangi aliran sungai yang jernih itu, membuat semua masalahku seolah ikut hanyut terbawa arus. Beberapa kali aku menarik nafas dalam. Udara di sini sangat menyegarkan. Ditambah lagi banyak pepohonan rindang di sana sini. Aku sangat betah berlama-lama di tempat ini.
*pluk!
Tiba-tiba saja aku dikejutkan oleh sesuatu yang memelukku dari belakang. Pelukan erat dari sepasang tangan yang mungil. Aku pun langsung berbalik, lalu sumringah seketika. Sudah kuduga kalau itu adalah Yuu. Kubalas pelukannya dan mengelus puncak kepalanya. Wajah imutnya berseri-seri. Sungguh cepat moodnya berubah. Padahal pagi tadi ia masih merengek karena ditinggal ayahnya. Yah, anak seumuran dia memang belum terbebani dengan masalah dunia sih. Kadang-kadang aku merasa iri. Di dalam hati kecilku, ingin rasanya aku kembali menjadi anak-anak, bermain sepanjang hari, bercerita tentang cita-cita dengan mata berbinar-binar, tak perlu memikirkan menu apa yang harus dihidangkan di rumah setiap hari, tak perlu mengerjakan pekerjaan rumah yang tiada habisnya...
Ah, indahnya masa-masa itu...
Yuu menarik-narik bajuku, hendak mengungkapkan keinginannya. Rupanya ia ingin bermain di sungai. Dia memintaku untuk menjaganya agar tidak hanyut terbawa arus. Yah, sungai kecil di samping rumah kami memang dangkal. Dan juga airnya begitu jernih. Siapa anak manusia yang tidak terpikat oleh keindahannya?
Kukatakan padanya, "Kamu kuat, kamu tak mungkin terbawa arus, karena kamu anak ayah."
Ia menanggapi dengan ekspresi menggemaskan. Dengan wajah marahnya yang lucu, ia membalas, "Tapi kan Yuu belum sebesar ayah!"
Aku hanya tertawa kecil lalu kembali mengusap kepalanya.
Suamiku, aku hanya ingin kau tahu, bahwa aku mencintaimu. Yuu pun begitu. Kami akan selalu di sisimu dikala suka dan duka. Karena itu, tolong kembalilah dengan selamat.
To be continued . . .
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkham Novelization Universe
Teen FictionEvery person is a hero for themselves or their loved ones. Ini adalah cerita dari beberapa orang dengan kemampuan spesial. Orang-orang ini nantinya harus menyatukan kekuatan untuk menghadapi bahaya besar yang mengancam Bumi.