Red Soldier (Mission Report #1)

5 0 0
                                    


Cruel World


Perang...

Hanya melahirkan luka yang tidak bisa hilang. Itu hanyalah serangkaian kegiatan manusia untuk mengisi waktu luang. Sebuah ajang untuk saling menindas dan merampas dengan bersembunyi di balik nama keadilan dan kedamaian. Pada akhirnya, memang sifat dasar manusia untuk ingin menggenggam dunia di telapak tangannya yang kecil.

            Aku benci dunia ini. Aku benci perang. Dia merenggut kehidupanku. Kehidupan indahku bersama kedua orang tuaku. Dia merenggut segalanya dariku bahkan ketika aku masih berumur 9 tahun. Kala itu kami sedang makan siang bertiga di meja makan. Lalu tiba-tiba saja terdengar suara yang sangat bising, dan seluruh ruangan menjadi sangat silau. Yang kutahu selanjutnya adalah rumahku sudah rata dengan tanah. Kedua orang tuaku tergeletak di lantai rumah yang hancur dengan tubuh tercerai berai. Entah kenapa hanya aku seorang yang selamat dengan anggota tubuh masih lengkap. Kala itu, aku baru saja bisa naik sepeda dengan 2 roda. Ayah membelikanku mainan pistol air dari plastik yang sudah kuidam-idamkan kala itu, sebagai hadiah atas keberhasilanku. Kala itu, pertama kalinya dalam hidupku aku merasakan pahitnya dunia. Kala itu, pertama kalinya dalam hidupku aku mengetahui kalau dunia ternyata sangat kejam. Kala itu hidupku berubah 180 derajat. Sambil merangkak, kuraih pistol air yang tergeletak di antara reruntuhan rumah. Benda itu sudah rusak. Kudekap pistol itu di pelukanku sambil bercucuran air mata.

            Aku tidak ingat apa yang terjadi selanjutnya. Yang kutahu, aku tiba-tiba saja sudah berada di sebuah gubuk kecil milik seorang pria paruh baya. Pria itu, pak Hans, dia bilang dia yang sudah menyelamatkanku. Darinya, aku jadi tahu kalau yang merenggut kedua orang tuaku adalah sebuah bom yang salah sasaran. Bom itu berasal dari perang sipil yang meletus di Yordania, dimana rumahku berada. Aku selamat, tapi tak punya apa-apa lagi. Seolah-olah Tuhan ingin aku mati dengan perlahan. Tetapi pak Hans bilang dia mau merawatku. Aku tidak tahu apakah orang tua itu benar-benar baik, atau hanya ingin memanfaatkanku saja. Namun saat itu aku tidak punya apapun lagi, dan tidak tahu harus ke mana, jadi aku mengiyakan tawarannya.

            Hari demi hari aku menghabiskan waktu di dalam gubuk kecil itu sembari menunggu kondisi tubuhku pulih. Pak Hans menepati ucapannya untuk merawatku. Untuk ukuran orang yang sudah tua, dia cukup cekatan juga. Setiap hari dia memberiku makanan dan obat-obatan alami. Kesehatanku berangsur-angsur membaik. Namun tidak dengan mentalku. Kematian kedua orang tuaku menyebabkan trauma mendalam pada diriku. Pak Hans berkata kalau ia akan baik-baik saja. Dia berjanji akan merawatku sampai aku benar-benar sembuh. Aku tidak tahu apakah dia punya maksud tertentu dengan itu.

            Ketika tubuhku sudah pulih, pak Hans mengajakku keluar dari gubuk. Aku baru tahu kalau ternyata selama ini kami berada di tengah hutan. Pak Hans mengajakku berkeliling di hutan yang sangat luas tersebut. Tidak ada siapapun di sana, selain kami berdua dan beberapa hewan liar. Pak Hans masih cukup lincah meskipun rambutnya sudah beruban. Dia menjinakkan banyak hewan liar di sana. Dia juga mengajariku caranya berburu. Pria itu seperti tarzan tua. Aku tidak tahu kenapa orang sepertinya bisa tinggal di hutan seorang diri. Apakah dia benar-benar tarzan seperti yang ada di film?

            Setiap hari, pak Hans mengajakku berkeliling hutan untuk mencari makan dengan berburu hewan atau mencari tumbuhan dan buah-buahan yang bisa dimakan. Selain itu, dia juga mengajariku ilmu bertarung untuk mempertahankan diri. Aku mengeluh, tentu saja. Tetapi dia bilang itu semua untuk kebaikanku sendiri. Dia bahkan mengancam tidak akan memberiku makan jika aku menolak.

            Beberapa tahun melakukan rutinitas yang berulang-ulang di hutan, membuatku terbiasa hidup di alam liar. Sekarang aku semakin mirip dengan tarzan. Tanpa sadar, didikan keras dari pak Hans sedikit demi sedikit telah menempa mentalku. Di umur 12 tahun, pak Hans menunjukkanku koleksi senjata api miliknya yang disimpan di tempat rahasia. Dia juga mengajariku cara menggunakannya. Aku terkejut orang tua itu punya banyak keterampilan. Terlebih lagi, darimana dia bisa punya banyak senjata api itu, sedangkan dia satu-satunya manusia di hutan tersebut?

Di saat itu pak Hans mengaku kalau dia dulunya adalah seorang tentara. Ia sudah lama pensiun dan kini menjalani sisa hidupnya di hutan tak bernama itu. Ia tak mengatakan alasan kenapa ia mengasingkan diri dari manusia. Aku sendiri pun tidak terlalu memikirkannya.

            Dan 2 tahun berlalu begitu saja. Kira-kira umurku saat itu sekitar 14 tahun. Karena bosan berada di hutan, aku memutuskan untuk keluar dari sana tanpa sepengetahuan pak Hans. Untuk alasan tertentu, orang tua itu selalu melarangku untuk keluar dari hutan tersebut. Tetapi hari itu aku memaksakan diri untuk keluar. Karena hutan itu sangat luas, alhasil aku pun tersesat. Butuh berjam-jam bagiku untuk menemukan jalan keluar. Hingga akhirnya, sampailah aku di sebuah jalanan beraspal. Saat itu aku tidak berpikir panjang, kuikuti saja kemana arah jalan itu menuntunku. Jalanan aspal itu sangat sepi. Tak terlihat ada kendaraan yang lalu lalang seperti jalanan pada umumnya. Hingga beberapa saat kemudian, sebuah mobil jeep melintas di sana. Awalnya kupikir itu adalah pertanda bagus, mungkin aku bisa minta tumpangan agar bisa melewati jalan itu lebih cepat. Tapi ternyata aku salah. Mobil jeep dengan atap terbuka itu berisikan beberapa pria dengan tampang garang. Selain itu, mereka membawa senjata api yang hampir mirip dengan koleksi pak Hans. Begitu mereka berhenti di hadapanku, nyaliku langsung ciut. Mereka berbicara padaku dengan bahasa yang tidak kumengerti. Setelah itu mereka tiba-tiba saja menyekapku. Aku dimasukkan ke dalam mobil jeep dengan kasar. Kemudian semuanya tiba-tiba menjadi gelap.




End of File

Arkham Novelization UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang