The Incredible Maverick (1st Footage)

11 0 0
                                    


Misi Suci


"Hidup ini keras. Kita sebagai manusia yang rapuh hanya bisa mengorbankan sesuatu untuk mencapai hasil yang diinginkan."


            Itulah kalimat yang selalu diucapkan Fusou, istriku, tiap kali aku dihadapkan dengan kenyataan. Meskipun terkesan pahit, namun itu selalu berhasil menyemangatiku. Ya, aku orang yang cukup realistis. Dunia ini memang keras, kenyataan memang pahit. Aku takkan menyangkalnya.

            Berbekal ketetapan hati, aku melangkah pergi, meninggalkan istri dan anakku. Untuk yang terakhir kali, aku menoleh. Fusou masih berdiri di ambang pintu sambil menggendong Yuu yang tidak berhenti menangis. Sorot matanya menyiratkan kesedihan yang mendalam. Namun ia tahu, bahwa tak mungkin menghentikanku. Aku segera kembali berjalan. Jika terlalu lama memandang ke belakang, ada kemungkinan aku akan membatalkan niatku. Aku tak ingin itu terjadi.

            Tahun xxxx. Perseteruan antara Jepang dan Amerika semakin memanas. Aku yang seorang pilot senior di Angkatan Laut Jepang, dipanggil untuk mengabdi pada negaraku.


"..ando..!"

"Oi, Fernando!"

Aku tersadar dari lamunan ketika ada yang menyebut namaku. Aku mendongak, terlihat seorang pria bertubuh besar duduk menatapku.

"Sedang memikirkan bagaimana kau mati?"

Aku tahu pria bertubuh besar itu hanya ingin mencairkan suasana. Karena sedetik kemudian, ia tertawa lepas. Membuat seisi truk militer ini menjadi berisik.

"Membuat lelucon tentang kematian itu tidak baik, Hideo," ucapku, memaksakan senyum.

"Itu benar, Hideo. Bisa saja nanti kau mati betulan!" timpal prajurit lain yang duduk di sebelahnya, Takashino.

Namun mendengar itu, Hideo malah tertawa semakin keras.

"Kalau hari ini aku ditakdirkan untuk mati, maka aku harus menikmati sisa hidupku sebaik mungkin! Hahaha..!!"

Takashino hanya menghela nafas sambil geleng-geleng kepala mendengarnya.

Sejak pertama kali mengenalnya, pria besar bernama Hideo itu memang orang yang humoris. Meskipun penampilannya seram dan suka berteriak, namun sebenarnya dia pria yang baik. Dia dan Takashino, adalah teman seangkatanku, sekaligus teman terbaikku selama berkarir di kemiliteran.

"Ayolah, hentikan tawamu itu! Kau membuat para pemula itu takut!"

Akibat perang yang berkepanjangan, garda depan Jepang terus berkurang. Akibatnya, para prajurit yang baru saja lulus pelatihan terpaksa langsung diterjunkan ke medan perang untuk menambal kekuatan tempur yang berlubang. Aku merasa tidak tega melihatnya. Raut wajah mereka pucat seperti orang mati. Namun aku sendiri tak dapat berbuat apapun. Semoga suara peluru dan bom tidak membuat mereka kacau nanti.

"Bertahan hiduplah..."


* * *


"Kau mengerti, Tachibana?"

Seorang pria berpangkat tinggi menatapku lekat-lekat dengan penuh harap di dalam ruang briefing.

"Intinya, aku harus terbang ke titik ini, kan?" tanyaku sembari menunjuk salah satu lokasi yang ditandai di peta.

"Ya." Orang itu kembali duduk di singgasana kecilnya, menstabilkan wibawanya. "Tapi seperti yang kukatakan sebelumnya, perjalanan itu tidak akan mudah. Dan bisa saja kau-"

Arkham Novelization UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang