11 - Make a Deal

102 36 1
                                    

Terbuka dan jujur adalah jalan terbaik untuk menghindari terjadinya salah paham.

***

Saat istirahat tiba, sahabat-sahabat Clarissa tidak henti-hentinya menggoda gadis itu karena telah melakukan kejadian memalukan. Clarissa hanya mendengus saja. Sonia yang terkekeh geli itupun akhirnya menyuruh Rebecca dan Indira untuk berhenti menggoda Clarissa dengan mengajak ketiga gadis itu ke kantin. Clarissa mengangguk setuju lalu berjalan dengan semangat keluar kelas. Namun naas. Ia tiba-tiba berhenti mendadak saat melihat sosok yang membuat pikirannya tadi buyar.

"Mau ke kantin kan? Ayo." Ajak Arimbawa.

Clarissa melongo, begitupun diikuti oleh ketiga gadis di belakangnya. Clarissa kemudian mendengus dan menatap ketiga sahabatnya.

"Kalian duluan aja deh ya. Gue ada urusan sama Kak Arim." Lalu dengan lirikan matanya, Clarissa menyuruh Arimbawa mengikuti langkahnya.

Arimbawa tersenyum tipis pada ketiga sahabat Clarissa dan kemudian mengikuti gadis itu.

"CLARISSA!" Teriak seseorang di belakang Clarissa dan Arimbawa.

Clarissa menoleh ke belakang dan menemukan Elang tengah ngos-ngosan, "Lo ngapain jalan cepet sih? Dikejar setan?"

Clarissa melotot kecil ke arah Elang. Tidak sadarkah laki-laki itu bahwa di sampingnya sedang ada jelmaan setan yang lebih menyeramkan?

Elang menyentuh pundak Clarissa karena berusaha menahan berat tubuhnya yang sedari tadi panik mencari keberadaan gadis itu. Clarissa entah mengapa merasa gelagapan. Ia melirik Arimbawa yang terlihat tenang di sampingnya. Clarissa diam-diam bernapas lega. Oh ayolah, hidupnya tidak akan sedrama itu bukan?

Clarissa kemudian menepuk pundak Elang, "Lo ngapain sih lari-lari? Ada hal penting?"

Saat merasa dirinya sudah lebih tenang, Elang menyingkirkan tangannya dari bahu Clarissa lalu menyengir, "Mau beli pulsa. Urgent banget nih."

Clarissa berdecak, "Cuma karna itu lo lari-lari? Entar kalau nabrak orang gimana?"

Elang semakin menyengir lebar. Clarissa memang begitu. Jika sudah merasa dekat dengan seseorang, ia pasti khawatir berlebihan.

"Ke nomor biasa kan? Mau beli yang berapaan?" Tanya Clarissa merogoh ponsel di saku roknya.

"Sepuluh ribu aja. Adik gue di rumah sendirian karna sakit jadi gue harus nelpon dia."

Clarissa mengangguk lalu mulai melakukan transaksi pulsanya. Saat sudah berhasil, ia meminta uangnya pada Elang. Elang menyerahkan uang pas lalu menepuk pelan kepala Clarissa sebagai bentuk terima kasih. Setelah Elang pergi, Clarissa kemudian menatap ke arah Arimbawa yang masih menatapnya dengan tenang.

"Kak Arim.. gak papa?" Tanya Clarissa begitu saja.

Arimbawa terkekeh, "Kamu khawatir saya marah?"

Clarissa hanya diam, meneliti ekspresi Arimbawa yang entah mengapa masih terlihat tenang. Bukankah lelaki itu mengatakan bahwa ia menyukai Clarissa? Lalu tidakkah ada drama cemburu seperti novel yang sering dibaca Sonia? Dan mengapa Clarissa mengharapkan hal seperti itu?

Clarissa meringis menyadari kebodohannya, "Ada yang harus aku tegasin ke Kak Arim." Katanya serius.

Arimbawa mengangguk lalu mengajak Clarissa untuk berjalan mengikutinya. Mereka membutuhkan tempat sepi untuk berbicara serius. Sesampainya di belakang koridor kelas 11 yang sepi pengunjung, mereka kini mulai berhadap-hadapan.

"Aku suka sama orang lain Kak, jadi aku berubah pikiran. Aku gak akan nge-welcome Kakak." Tegas Clarissa.

Arimbawa tersenyum tenang padahal tangan yang ada di dalam saku celananya sedang terkepal erat, "Ada yang menganggu sampai kamu berbicara kayak gitu?"

BEHIND THE SELLERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang