39 - Regret

36 6 2
                                    

Daripada melampiaskan amarah yang dapat memperkeruh suasana, lebih baik kamu healing aja dulu untuk menjernihkan pikiranmu.

***

Setelah beberapa detik terasa menyesakkan di dada dan terdiam kaku, Arimbawa membalikkan tubuh dan segera mengejar Clarissa.

Bodoh lo Rim, dia lagi sensitif tapi lo malah caci maki!, rutuknya dalam hati dengan kaki panjangnya yang terus melangkah kesana-kemari.

Arimbawa kemudian mengeluarkan ponselnya untuk melacak keberadaan Clarissa. Tak butuh lama, posisi ponsel Clarissa ada di kelas gadis itu, jadi besar kemungkinannya gadis itu kembali ke kelas. Arimbawa segera berlari menuju ke gedung kelas 11, tepatnya kelas gadis itu.

Pemuda itu melongokan kepala, mengecek kondisi kelas itu yang ternyata cukup gaduh bahkan laki-laki disana terlihat mengerubungi posisi bangku Clarissa dan sahabat-sahabatnya.

Arimbawa mengetuk pintu yang membuat mereka semua terkejut dan spontan berlari ke bangku masing-masing, mengira bahwa ada guru yang masuk namun atas kesadaran Elang akhirnya mereka kembali gaduh dan bernapas lega.

"Kak Arim! Tau Clarissa dimana?! Tadi BK udah sepi tapi kok dia gak balik-balik?!" Pekik Rebecca segera menghampiri posisi Arimbawa di pintu masuk.

Arimbawa semakin merasa cemas, "Gue... juga gak tau." Lirihnya semakin merasa bersalah.

Rebecca menghela napas gusar, "Semua barang-barangnya ditinggal Kak. Kunci motor, dompet, hape, tas sekolahnya masih disini. Dia kemana ya Kak?" Katanya khawatir.

Indira di bangkunya sudah menangis, ikut merasa cemas dengan kondisi Clarissa. Sedangkan Sonia juga sama cemasnya namun ekspresi wajahnya dibuat tenang.

"Telpon orang tuanya dong. Anak orang ilang anjirrr. Wakil gue ilang!!" Ucap Elang merasa ikutan khawatir.

"Clarissa lo kemana sih?!!!" Geram Rebecca bahkan menangis karena sahabatnya itu tidak balik-balik.

Arimbawa berinisiatif menelepon Papa Clarissa. Teman sekelas Clarissa menunggu. Pemuda itu yakin bahwa teman sekelas Clarissa juga sama khawatir dengan dirinya. Membutuhkan waktu sekitar 1 menit untuk menyambungkan sambungan.

"Halo Om? Ini Arimbawa." Kata Arimbawa dengan nada cemas.

"Ada apa Rim?"

Pemuda itu membasahkan bibir, "Nathalie... hilang Om. Tadi Tante kesini dan Nathalie... entahlah dia kemana. Saya minta maaf Om karna lalai jagain putri Om." Sesalnya.

Papa Clarissa menghela napas, "Nathalie aman, kamu tenang aja. Kasik dia waktu sebentar ya Rim. Itu anak emang kebiasaan begitu kalau perasaannya kacau."

Arimbawa membulatkan mata, "Aman Om? Lalu dimana Nathalie? Om tau? Nathalie ngabarin Om? Dia.. gak bawa apa-apa Om. Semua barang berharganya ditinggal di kelas."

"Loh serius? Ck, itu anak emang selalu nekad dari dulu. Kamu tenang aja ya Rim, kalau sampai besok dia gak pulang, Om yang bawa dia pulang."

"Om... bisa kasik tau saya dimana Nathalie sekarang?" Paksa Arimbawa secara perlahan.

"Dia aman Rim, Om selalu pantau dia kok. Jangan ganggu dia dulu ya."

"Om... please."

"Om tahu kamu khawatir sama dia, begitupun juga Om. Tapi percaya sama dia ya, dia pasti aman."

Arimbawa menghela napas gusar, rasanya percuma memaksa Papa Clarissa karena pria paruh baya itu tidak ingin membocorkan dimana keberadaan Clarissa saat ini.

BEHIND THE SELLERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang