33 - Yours

73 13 1
                                    

Akhirnya setelah cukup lama berjuang, kamu jadi milik aku.

***

"Aduh Kak, sakit!" Ringis Clarissa saat Arimbawa mengompres area pipi dan sudut bibir gadis itu.

Tadi sesampainya di markas, orang kepercayaan Arimbawa datang dengan tergesa dan menyerahkan 2 paper bag padanya. 1 untuk Clarissa dan 1 lagi untuknya. Mereka berganti pakaian secara bergiliran karena toilet warung yang memang hanya ada 1 saja.

"Ini saya udah pelan-pelan, kamu harus tahan sebentar. Kalau gak diginiin nanti bisa bengkak." Kata Arimbawa kembali mengompres Clarissa dengan telaten.

Clarissa cemberut, "Aku bisa ngelakuin sendiri Kak." Ujarnya memandang wajah kakak kelasnya itu yang sangat dekat dengan wajahnya, "Luka Kakak lebih parah dari aku." Cicitnya pelan.

Arimbawa tersentak sejenak namun kemudian ia tersenyum, "Udah biasa. Nanti saya kasik salep juga mendingan kok."

Clarissa meringis. Kenapa laki-laki merasa sok kuat begitu? Padahal jelas-jelas rasanya sakit sekali tetapi mengapa setiap kaum adam menyepelekan luka begitu?

Tak ingin terlalu mendebat, gadis itu memandangi wajah Arimbawa, menikmati setiap pahatan wajah kakak kelasnya itu serta menikmati detak jantungnya yang menggila. Bolehkah Clarissa menegaskan bahwa ia sudah jatuh ke dalam pesona laki-laki di hadapannya ini?

"Kenapa mandangin saya lekat banget Nathalie? Wajah saya buruk?" Tanya Arimbawa mencoba tenang padahal dalam hatinya sudah ke-geer-an dan salah tingkah.

Clarissa menggeleng pelan namun tidak mengalihkan tatapannya. Arimbawa mengernyit, matanya yang awalnya fokus pada lebam Clarissa kini menatap mata indah gadis itu. Pemuda itu tertegun saat gejolak aneh di dalam dadanya terasa bermekaran. Bolehkah ia memiliki gadis itu sekarang juga?

Clarissa menoleh kanan-kiri. Tadi ia sudah diserbu oleh kedua sahabatnya namun sekarang kedua sahabatnya tengah sibuk mengobati pasangan masing-masing. Ia juga melihat anak-anak Ventura ada yang sibuk menelepon sang pacar, ada yang makan, bernyanyi, mengobati diri sendiri, dan bersenda gurau. Ia kemudian kembali memandang lelaki di hadapannya yang masih setia menatapnya. Gadis itu berdeham kaku, entah mengapa rasa nekat mendorong kuat dirinya. Ia merasa kepanasan dengan situasi tatapan intens mereka berdua. Gadis itu menghirup napas dalam-dalam dan kemudian tersenyum. Perlahan-lahan ia mulai memajukan wajah dan mendekat ke arah telinga Arimbawa yang membuat pemuda itu menelengkan kepala bingung menatap Clarissa.

Clarissa meringis, "Aku mau bisikin sesuatu." Ujarnya.

Arimbawa mengangguk dan kemudian membawa kembali kepalanya ke arah depan dan membiarkan Clarissa mendekati telinga kanannya. Namun entah keberanian darimana Clarissa malah mencium singkat pipi mulus Arimbawa sembari membisikkan, "Makasih Kak."

Arimbawa membeku dan menyentuh pipinya tanpa sadar. Saat Clarissa sudah kembali ke posisi semula, pemuda itu menatap Clarissa tidak percaya. Ada rasa meletup-letup dalam benaknya namun lidahnya serasa kelu mengucapkan sesuatu karena saking bahagianya.

"A-aku mau ke Indira sama Rebecca ya Kak." Alih Clarissa saat menyadari tindakan bodohnya. Ia hendak berdiri dari tempat duduk namun dengan sigap Arimbawa menarik tangannya hingga membuat gadis itu kembali duduk di tempatnya.

"Kamu harus tanggung jawab." Ujar Arimbawa berusaha menormalkan detak jantungnya yang menggila.

"Hm?"

"Tanggung jawab atas perbuatan kamu."

Clarissa menyengir kaku, "Ah yang tadi? Di pipi? Itu... ucapan terima kasih?"

"Ayo kita pacaran."

"Haaa?"

"Saya. Kamu. Sekarang. Pacaran."

BEHIND THE SELLERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang