24 - Banana Cheese Cake and Analysis

76 16 5
                                    

Sahabat adalah tempat kedua yang paling indah untuk saling berbagi suka-duka setelah keluarga.

***

Arimbawa menghempaskan tubuhnya dengan kasar di sofa rumahnya. Sedari tadi emosi masih menyelimutinya. Ia mengepalkan tangannya erat dengan mata yang berkilat marah. Setelah dapat mengontrol emosinya, ia memejamkan sejenak matanya lalu menyunggingkan senyuman tipis.

"Lo mau main-main sama gue?" Gumam pemuda itu rendah, "Lo bakalan dapat akibatnya kalau lo berani nyakitin dia." Ujarnya lagi yang berhasil menaikkan emosinya kembali.

Ah sial! Mengapa harus Manuaba?! Jelas-jelas Arimbawa tahu apa maksud Manuaba. Pemuda itu iri padanya.

Arimbawa dan Manuaba memang sedari kelas 10 selalu bersaing ketat. Bukan hanya di bidang akademis, namun di bidang non-akademis dan masalah pribadi percintaan pun sama. Arimbawa mendesah dan memilih tidur saja di sofa untuk meredam emosinya.

Suara bel nyaring membuat tidur Arimbawa terusik. Pemuda itu mengerjapkan mata dan menguap dengan lebar. Berkali-kali mengucek mata lalu kemudian mendekat ke arah layar dekat pintu untuk mendeteksi siapa tamu yang berani-beraninya mencoba masuk. Setelah mengetahui sang tamu, Arimbawa menyiapkan diri siaga. Ia meng-aktifkan panggilan suara agar bisa didengar oleh sang tamu di dekat gerbang rumahnya.

"Masuk aja Ma. Mama tau password rumah Niel." Ujar pemuda itu sambil melihat ekpresi Mamanya yang melotot.

Tanpa banyak bicara, sang Mama menekan password dan masuk menuju rumah milik anaknya itu.

"Kamu kenapa belum siap-siap Niel?! Kan ada dinner bareng keluarga tunanganmu!" Seru sang Mama saat melihat anak bungsunya masih menggunakan seragam sekolah lengkap, bahkan sepatu laki-laki itu saja masih melekat.

"Calon Ma. Dan belum tentu bakalan jadi tunangan Niel."

"Nathaniel!"

Arimbawa mendesah kecil, "Ma, Niel lagi capek."

Mama Arimbawa duduk di sofa dengan gusar, "Kamu ini kenapa sih akhir-akhir ini selalu nolak ajakan dinner? Sewaktu kelas sepuluh dan sebelas, kamu gak kayak gini Niel."

Arimbawa ikutan duduk di sofa berseberangan dengan sang Mama, "Niel tau yang terbaik untuk Niel Ma."

"Tapi dulu kamu setuju untuk pertunangan ini!"

"Ma, Niel beneran capek banget, tolong jangan permasalahin ini." Alih pemuda itu. Padahal nyatanya pertunangan itu hanyalah keinginan Mamanya yang sulit ditolak olehnya saat itu.

"Mama gak mau tau. Kamu harus ikut dinner malam ini!"

"Iya Niel ikut. Tapi Niel mau ulang tahun Niel dirayain di hari Minggu, gimana Ma?"

Mama pemuda itu memicingkan mata, "Tumben? Biasanya kamu gak pernah mau ngerayain kayak gitu."

Arimbawa tersenyum tipis, "Hanya sekali ini."

"Oke Mama setuju. Itu masalah gampang. Besok pun bisa dirayain, Mama bisa atur."

"Besok terlalu mendadak Ma. Hari Minggu aja, biar Niel dapet ngundang temen-temen juga."

"Okay. Udah sana kamu mandi. Anak remaja kok malas-malasan sih? Nanti Papamu nyusul kesini."

Arimbawa mengangguk, "Tunggu ya Ma."

"Iya sayang."

Tak membutuhkan waktu lama, Arimbawa kembali menuju ke lantai 1 dan duduk bersama Mama dan Papanya disana.

"Ini kue siapa Niel? Enak banget. Beli di restoran mana?" Tanya sang Mama sembari memakan banana cheese cake yang terletak di atas meja dekat sofa.

BEHIND THE SELLERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang