[23] iFFy: Best Day

88 7 12
                                        

Pagi itu ketika Dara membuka mata, ia mendapati Jay terbaring di sampingnya. Matanya segera mengedar, memastikan di manakah ia berada.

Sebuah ruangan berdominan warna krem ini serasa tak asing di mata Dara. Benar, ia berada di kamar Jay dan masih mengenakan baju kantornya.

Baru kali ini Dara merasa jorok karna tak mandi sore dan malah tertidur ketika kencannya di Sungai Han bahkan belum selesai.

Aku pasti ketiduran. Pikirnya.

Pelan-pelan ia bangun dan mencoba beranjak dari ranjang, namun tangan Jay segera melingkar di pergelangan tangan Dara seolah mencegah gadis itu untuk beranjak.

"Mau ke mana?" tanya Jay yang masih bermalas-malasan menggeliat di ranjangnya.

"Sudah pagi," balas Dara.

Si pria bangun sembari mengucek matanya yang kini nampak semakin sipit. Bibirnya mengerucut seolah melontarkan protes tak langsung yang mengatakan: Masih pagi maksudmu? Mari bermalas-malasan lagi.

"Kau ketiduran," ucap Jay seusai menguap dan merenggangkan otot-otot tubuhnya.

"Mian, hehe." Dara tertawa pelan.

Pipinya pegal sekali karena melakukan blowjob, untung saja ia tak memuntahkan isi perutnya karena jujur milik Jay begitu wangi dan menggemaskan seperti squishy.

"Ke sini." Jay menggiring Dara agar kembali duduk di ranjang bersamanya. Kedua tangannya masing-masing memegang tangan Dara. Jay menunduk mengamati jemari Dara yang kurus, sepintas ia berpikir: Muat tidak ya?

"Ada apa?" tanya Dara sembari mengamati gelagat Jay yang membuatnya diliputi pertanyaan.

Jay melepas genggamannya, lalu meraih sebuah benda yang ia simpan di saku celana jeans-nya.

Pria itu kemudian menyodorkan sebuah kotak berwarna hitam, lalu ia buka tepat di hadapan Dara. Sepasang cincin ada di dalamnya. Melihat itu rasanya Dara tak bisa berkata-kata lagi. Mungkin saja ia bermimpi kali ini.

Gadis itu hanya memandang Jay, menunggu perkataan manis yang mungkin akan keluar dari bibir pria itu.

"Seharusnya aku memberikannya ketika kita berada di Sungai Han, itu akan lebih romantis 'kan?" Jay meminta pendapat.

Dara hanya terdiam, ia ingin memastikan bahwa dirinya sudah benar-benar bangun atau belum.

"Aku tak peduli meski ini akan terlihat konyol di matamu. Tapi biarkan aku mengatakannya sekarang agar aku tak merasa gugup lagi." Jay memberikan jeda pada perkataannya. "Maukah kau menghabiskan sisa hidup bersamaku?" tanya Jay melengkapi pernyataannya.

"Ya, aku mau," jawab Dara, masih dengan wajahnya yang tak berubah ekspresi.

Jay tersenyum sambil kemudian memasangkan cincin itu di jari manis Dara. Ketika gadis itu merasakan pelukan erat si cincin di jarinya, ia seolah tersadar bahwa yang ia alami ini bukanlah mimpi.

Sepersekon kemudian air mata jatuh, membuat kedua sisi pipinya basah. Jay yang melihat itu segera menyekanya.

"Kenapa menangis?" tanya Jay.

Dara segera memeluk Jay dan menyembunyikan wajahnya di pundak Jay.

"Aku kira aku bermimpi," jawab Dara. Ia senang karna ini berarti hubungannya dengan Jay sudah menunjukkan titik terang.

"Aku juga berpikir kalau aku bermimpi. Tapi, ini nyata." Jay mengeratkan pelukannya.

Namun hal itu tak berlangsung lama. Sesaat setelah mata Dara menjelajahi isi dinding kamar Jay dan berhenti pada jam besar yang terpampang di sana, gadis itu segera menyudahi pelukan itu.

IFFY [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang