[27] iFFy: Ego

42 9 10
                                    

Hoody mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru lorong. Di dinding ruangan itu ditempel berbagai jenis poster. Wanita itu membaca seluruh isi poster untuk menghilangkan rasa jenuhnya yang saat ini duduk di sebuah ruang tunggu.

Ketika seseorang keluar dari ruang periksa, Hoody segera berdiri menyambutnya dengan wajah antusias.

"Bagaimana kandunganmu?" tanya wanita jangkung itu pada seseorang yang lebih pendek di depannya.

"Kandunganku sehat," jawabnya.

"Bagaimana denganmu? Kau juga sehat 'kan?" tanya Hoody lagi.

Wanita yang ditanyanya mengangguk.

"Syukurlah. Aku senang kalian berdua sehat." Hoody meraih tubuh kurus wanita di depannya untuk dipeluk.

Tapi wanita itu segera tersadar ketika pandangan seluruh orang yang ada di ruang tunggu tertuju pada mereka. Seketika Hoody menyudahi pelukan itu. Ia tersenyum menunjukkan gestur aneh pada seluruh orang yang ada di depan mereka.

"Ini tidak seperti yang kalian semua lihat," jelas Hoody. Melihat tak ada respon, Hoody pun kembali melanjutkan penjelasannya.

"Kami normal. Kami bukan pasangan." Hoody menunjuk ke arah wanita yang berdiri di sampingnya. "Dia ini punya kekasih laki-laki."

"Eumm... Tim-jangnim, kajja!" Wanita yang tak lain adalah Dara itu kemudian berjalan mendahului Hoody. Ia ingin segera menghindar dari suasana kacau di ruang tunggu klinik itu.

Hoody kemudian segera mengantarkan Dara pulang. Ia memang berjanji akan mengantarkan Dara memeriksakan kandungannya sepulang kerja. Hoody tidak tega melihat Dara pergi sendirian. Selain karna gadis itu sedang dilanda kesedihan, juga karna belum ada yang tahu soal kehamilan itu selain Hoody.

"Anda tidak ingin mampir, tim-jangnim?" tanya Dara menawarkan keramahannya pada sang atasan yang sudah seperti kakaknya sendiri itu.

"Sudah terlalu malam untuk bertamu, aku takut kalau mengantuk saat pulang nanti," balas Hoody. Ia tak kuat menahan kantuknya.

"Oh, begitu ya. Ngomong-ngomong, terima kasih ya, karna Hoody timjang sudah mengantarkanku ke dokter," ucap Dara. Ia senang karna walau ia tak memiliki saudara perempuan, masih ada teman kantornya yang sebaik Hoody.

"Sama-sama." Hoody tersenyum, "Apa kau tak berniat memberi tahu kabar baik ini pada Park-sajang?" tanya Hoody. Bukankah itu adalah hal penting?

"Aku tidak tahu. Aku masih tidak berani berbicara dengannya walaupun hanya sebatas lewat telepon," jawab Dara. Gadis itu menunduk. Matanya kembali berair.

Mendengar nama Jay disebut membuatnya kembali bersedih. Ia tak menyangka bahwa hubungannya akan jadi seperti ini.

"Bagaimana pun juga, kau harus segera memberitahunya. Dia wajib tahu tentang ini 'kan?"

Dara mengangguk, ia mulai menunjukkan wajahnya yang sedari tadi menunduk. Gadis itu kembali berhasil menahan air matanya yang mendesak keluar.

"Apa perlu aku yang memberitahunya?" tanya Hoody.

Dara segera menggeleng. "Sebaiknya jangan."

"Benar. Aku tak seharusnya menyampaikan ini. Kau yang harus menyampaikannya sendiri." Hoody menepuk-nepuk pelan pundak Dara. "Tidak apa-apa, meski berapa lama kau harus berdamai dengan perasaanmu sendiri yang terpenting adalah kau harus tetap memberitahu Park-sajang."

Dara mengangguk, ia merasa tegang sekarang. Ia takut, apalagi ketika mengingat kemarahan Jay waktu itu.

"Cepatlah masuk dan beristirahat. Jangan lupa minum vitaminmu ya!" perintah Hoody.

IFFY [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang