Langkah kaki kurus itu terhenti karena salah satu heels-nya patah. Dengan terpaksa ia menenteng sepasang heels dengan tinggi 10cm itu dan berlari bertelanjang kaki menelusuri jalanan pagi kota Seoul yang begitu ramai.
Tangannya melambai sejadinya ketika bus yang hendak ia tumpangi kini telah berlalu meninggalkan keterlambatannya.
"Ahjussi... Ahjussi...."
Gadis bermanik hazel itu tak henti-hentinya memanggil supir bus agar menghentikan laju kendaraan itu. Tapi sayang, semua itu hanyalah percuma.
Sepasang kaki kurus itu sudah kelelahan mengejar laju bus yang semakin cepat. Gadis itu berhenti dan duduk di trotoar sembari meratapi nasibnya. Ia mengatur napas, bahkan kakinya masih gemetaran. Hari ini sepertinya bukanlah hari baik untuknya.
Sekali lagi ia terkena nasib sial yang entah mengapa seolah mengikuti setiap langkahnya.
"Bagaimana aku akan kaya, kalau mau bekerja saja selalu dipersulit seperti ini," gumamnya.
Salah satu tangannya membuka resleting tas yang sebelumnya ditenteng. Ia mengambil sebotol air minum yang sudah disiapkan sebagai bekal. Gadis itu meneguknya habis tanpa sisa. Sesekali ia mengusap keringat yang mengucur di wajahnya akibat cuaca yang begitu terik.
Gadis itu mendongak menatap langit yang cerah. Matahari bersinar begitu terang menyilaukan kedua matanya.
"Padahal masih pagi, tapi mengapa sudah sepanas ini," gumamnya lagi. Rupanya mengeluh memang sudah menjadi bagian dalam hidupnya.
Ia kemudian merogoh ponselnya di saku tas untuk memesan uber. Setelah beberapa menit menunggu, nampaknya uber yang ia pesan sudah berhenti tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Ahjussi... Ahjussi...," pekiknya sembari berlari menuju sedan berwarna hitam itu.
Tanpa pikir panjang, gadis itu memasuki sedan hitam tersebut. Ia duduk menyelonjorkan kakinya di atas kursi penumpang.
"Distrik Gangnam, Kantor Marketing AOMG," ucap gadis itu pada orang yang duduk di belakang setir mobil.
Pria yang semula sibuk menelpon itu menoleh kaget. "Apa?"
"Aishh... Ahjussi, sebaiknya cepat jalan. Aku sudah terlambat," lanjut gadis yang kini sibuk memijat kakinya.
"Ahjussi katamu?"
Ketika protes itu terlontar, gadis itu segera menoleh menatap si empunya suara. Ia membulatkan mata, rupanya bukan pria tua yang menyetir uber ini melainkan pria yang terlihat masih sangat muda.
"Ah... Mianhae... Aku kira tidak ada supir uber yang semuda kau. Mianhae," ucap gadis itu sekali lagi.
Pemuda itu menautkan alis, terus terang saja ia merasa terhina. Bisa-bisanya gadis ini mengiranya supir uber.
"Apa aku terlihat seperti supir uber di matamu?" protesnya lagi.
Si gadis memang tak sedang ingin mendebatkan apapun. Karena yang ia ingin hanyalah segera sampai di tempatnya bekerja.
"Ya... Mau semuda dan setampan apa tampilanmu, tidak ada yang bisa mengubah takdir bahwa kau adalah supir uber... Aishh... Lebih baik cepat jalankan mobilmu, aku akan membayarmu dua kali lipat."
"Kau pikir aku kekurangan uang?"
"Ah... Mianhae, seharusnya aku meminta dengan cara yang lebih sopan. Aku harus segera sampai ke kantor karena hari ini ada rapat penting yang dipimpin langsung oleh CEO perusahaan. Dia jarang datang dan selama dua bulan aku bekerja di sana, aku belum sekali pun melihatnya. Teman-temanku bilang, dia lebih sering menghabiskan waktunya di Amerika karena seluruh keluarganya berada di sana. Jadi, kumohon... Jangan biarkan image-ku buruk di mata CEO-ku. Aku tak mau mengecewakannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
IFFY [M]
Roman d'amour🔞⛔ Sandara Park - Jay Park Pekerjaan Sandara Park hanyalah mempercayai, meski keraguan seolah menghantam kepalanya bertubi-tubi. rugseyo ©2021