Andin terlihat bingung akan menjelaskannya dari mana, sebab sweater milik Baskara masih ada pada pria tempo hari. Jika ia mengatakan sejujurnya, Baskara mungkin akan kesal karena sweater miliknya dipinjamkan ke orang lain.
"Iya, punya teman kakak." Jawab Andin.
"Teman? Kok bisa ada disini? Kakak tidak macam-macam kan?" Baskara bertanya menyelidik. Andin yang mengerti kemana maksud ucapan adiknya spontan menjitak kepala pria itu.
"Kamu yang mikirnya macam-macam!" Sahut Andin tak terima.
"Ya habisnya kenapa ada disini?"
Saat Andin berusaha mencari jawaban yang tepat, pembicaraan mereka diusik oleh dering ponsel milik perempuan itu. Andin bergegas mengambil benda yang mengeluarkan suara tersebut. Ia menatap layarnya, tampak sebuah nomor tak dikenal yang sedang menghubunginya. Ia melirik Baskara yang masih menatapnya dengan curiga, lalu buru-buru menyambut telpon tersebut.
"Halo..."
"Selamat malam." Terdengar suara yang cukup berat di seberang sana membuat Andin bertanya-tanya.
"Maaf, ini dengan siapa?" Pertanyaan Andin itu membuat Baskara kian penasaran dan akhirnya mencoba mendekat pada kakaknya.
"Ini saya, Aldebaran. Kamu ingat?" Andin tampak mengingat. Pertemuannya dengan Roy serta seorang lelaki lainnya siang tadi terlintas. Ah, iya! Pria itu.
"Oh, bapak? Iya, saya ingat." Andin terkekeh. Tawa kecil dari pria itu pun dapat Andin dengar.
"Saya sudah bilang, jangan panggil saya 'bapak'." Ujar Aldebaran untuk kedua kalinya.
"Saya tidak enak, pak." Jawab Andin, sungkan.
"It's okay, santai saja. Umur kita juga tidak beda jauh kan." Andin beralih memandang Baskara yang menatapnya dengan penuh tanda tanya.
"Oh iya, Andin. Besok siang saya ada meeting di Coffeshop tempat kamu bekerja. Rencananya saya mau sekalian mengembalikan sweater kamu yang saya pinjam. Besok kamu ada disana?"
"Ada, pak. Hari minggu kebetulan saya dapat shift siang." Andin menjawab cepat.
"Good. Kalau begitu besok kita bertemu disana ya."
"Iya, pak."
"Yasudah, saya hanya ingin memberitahu soal itu. Sampai bertemu, Andin." Kata Aldebaran dengan suara yang begitu tenang masuk di telinga Andin.
"Baik, pak. Terima kasih."
"Sama-sama. Selamat malam"
"Selamat malam." Andin meletakkan kembali ponselnya.
"Siapa?" Baskara sejak tadi sudah tampak penasaran.
"Bukan siapa-siapa."
"Gak mungkin. Kakak bohong pasti. Tell me, kak. Kakak punya someone special ya?" Baskara menatap Andin seraya menggerak-gerakkan alisnya. Hal itu membuat Andin mencubit gemas pipinya.
"Iih, sok tahu ya!"
"Ayolah kak cerita. Kakak mau aku jadi kepikiran yang macam-macam?" Ancam Baskara. Andin menghembuskan nafas beratnya, lalu memandangi adiknya dengan seksama.
"Ya oke, aku cerita!" Kata Andin, menyerah.
"Nah begitu dong. Ayo duduk sini, aku dengerin." Karena keingintahuannya soal sang kakak yang begitu tinggi membuat Baskara tidak jadi keluar dari sana dan malah kembali duduk pada sisi tempat tidur.
"Jadi, kemarin saat aku dapat kabar soal kamu, aku lagi jaga shift di Coffeshop. Terus, aku panik. Saking paniknya aku menabrak salah satu costumer Coffeshop. Aku membawa sisa-sisa minuman costumer lain. Dan itu semua menodai baju yang dipakai oleh seseorang yang kutabrak tadi." Andin memulai ceritanya. Dan reaksi Baskara tentu saja kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever After
FanfictionSeperti langit dan bumi. Nasib Andin dan Aldebaran memang teramat jauh berbeda. Di saat Andin tertatih berjuang untuk terus hidup di antara luka di sekujur hatinya, di sisi lain Aldebaran sedang menikmati hasil kerja kerasnya. Ironis. Namun bagi mer...