(16) Mari Bercerita

1.6K 260 23
                                    

Kabut malam semakin tebal saat berpadu dengan asap gerobak abang-abang penjual di depan komplek tersebut. Ada gerobak penjual ketoprak, bakso, mie ayam, rujak, dan beberapa jajanan lainnya yang berjejer memenuhi bahu jalan. Aroma yang keluar dari sana pun semerbak bersatu padu, mengundang perut banyak orang untuk singgah mencicipi.

"Bang, ketopraknya dua, ya!" Seru Aldebaran, sesaat begitu duduk pada bangku yang berseberangan dengan Andin, dimana di tengah-tengah mereka ada sebuah meja persegi yang tak begitu besar.

"Dua-duanya pakai telur, Mas?" Tanya si abang penjualnya dari balik gerobak.

"Kamu mau pakai telur?" Tanya Aldebaran pada Andin.

"Boleh." Jawab Andin.

"Telur rebus atau telur ceplok?" Tanyanya lagi.

"Memangnya ketoprak ada yang pakai telur ceplok?" Andin keheranan.

"Ketoprak abangnya." Kata Aldebaran, tersenyum.

"Oh ya? Boleh deh, kalau gitu." Sahut Andin membuat pria itu terkekeh pelan.

"Telur ceplok dua-duanya ya, Bang!"

"Minumnya?" Sambung si abang penjual.

"Aku teh hangat saja." Ujar Andin pada Aldebaran.

"Teh hangatnya dua!"

"Siap, Mas! Ditunggu, ya!"

Aldebaran memperhatikan Andin yang mengusap-usap kedua telapak tangannya, dan sesekali mengusap lengan hingga bahunya sendiri. Sebuah ekspresi yang menunjukkan bahwa gadis itu sedang merasa kedinginan.

Udara malam itu memang dipenuhi hawa dingin yang menyergap, mungkin karena sore tadi baru saja diguyur hujan deras beberapa saat. Rerumputan masih terlihat basah. Beberapa genangan air pun masih terlihat jelas di sudut-sudut jalan.

"Dingin, ya?" Tanya Aldebaran.

"Lumayan." Jawab Andin sedikit terkekeh.

Tiba-tiba sebuah dering telepon terdengar membuat perbincangan mereka terjeda. Andin meraih ponsel miliknya dari saku kardigan yang merupakan sumber dari suara itu. Sebelum Andin menerima panggilan itu, ia meminta waktu terlebih dahulu pada Aldebaran. Pria itu mengangguk seraya tersenyum simpul.

"Iya, Bas?" Andin menerima sambungan itu yang kedengarannya dari Baskara.

"...................."

"Nggak, aku tadi cuma mau tanya kamu lagi dimana, kenapa belum pulang?"

"........................................"

"Kalau lagi main sama teman itu kabarin. Masa mesti mama dulu yang nelpon?" Nasihat Andin. Aldebaran mendengarkannya dalam diam.

"...................................."

"Terus sekarang sudah pulang?"

"..............................."

"Yasudah, hati-hati di jalan. Mama sudah nungguin di rumah."

Andin memutuskan sambungannya, lalu menyimpan smartphone tersebut kembali pada saku kardigannya. Ia sedikit menghela nafasnya, lalu menatap Aldebaran yang sedari tadi memperhatikannya.

"Baskara, ya?" Tebak Aldebaran.

"Iya."

"Kenapa dia?"

"Dia belum pulang sampai sekarang, makanya pas di rumah tadi aku sempat menghubungi dia berkali-kali tapi nggak diangkat. Dia bilang lagi main sama teman-temannya." Beritahu Andin, membuat perasaan tidak enak mendadak muncul di hati Aldebaran. Seandainya gadis itu tahu alasan sebenarnya mengapa adiknya pulang terlambat. Tapi Aldebaran sudah berjanji untuk tidak membocorkan perihal itu pada Andin.

Forever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang