Namaku Andin. Aku ingin berbagi kisah istimewa dalam hidupku. Kehidupan yang tak pernah kusangka akan kudapati. Kebahagiaan yang tidak pernah kuduga akan datang menghampiriku. Masa lalu pahit yang pada akhirnya menghantarkanku pada cerita hidup yang manis seperti sekarang. Tentu saja aku tidak berperan sendirian. Ada banyak orang-orang baik yang hari ini begitu berarti di hidupku.
"Faktor hujan deras serta angin kencang tadi malam membuat beberapa pohon besar tumbang menghalangi berbagai jalan ibukota. Akibatnya, beberapa jalur transportasi roda dua dan roda empat mengalami gangguan..."
Kalian dengar suara berita di televisi itu? Jika suara itu terdengar di pagi minggu maka yang ada di depan televisi itu tak lain adalah tuan komisaris, alias papa mertuaku. Dia adalah informan orang-orang rumah apabila terjadi peristiwa terkini, baik di ibukota maupun luar negeri. Dia sosok ayah yang tegas, penuh tanggung jawab, namun sangat humoris. Meskipun dengan segala kesibukannya, dia sangat dekat dengan keluarganya, termasuk denganku. Dia papa mertuaku, tapi serasa papaku sendiri.
Kemudian, lihatlah perempuan anggun yang sedang mengunjungi kebun bunga kecilnya di salah satu sudut rumah. Dia adalah mama mertuaku. Sama seperti papa, dia menganggapku bukan layaknya menantu, tetapi seperti anak perempuan satu-satunya yang begitu ia sayangi. Dia memang suka berkebun bunga. Sesekali aku menemaninya disana, meskipun hanya menemani mengobrol dan kadang hanya mengganggu aktivitasnya, hehe.
Dan itu, pria yang sedang push-up di sisi kolam renang, dia adalah adik iparku. Namanya Roy. Meskipun dia adik iparku, tapi sebenarnya aku lebih muda satu tahun darinya. Roy saat ini sedang menikmati karirnya sebagai seorang aktor film, berbeda jauh dengan bidang yang digeluti Papa dan kakaknya. Itu salah satu yang menyenangkan di keluarga ini. Mereka tak pernah dituntut untuk menjadi yang paling hebat. Selama itu adalah hal baik dan mereka senang menjalaninya, maka tak ada masalah.
Cahaya dari luar sedikit menembus kaca jendela yang tertutup tirai tipis dan menyentuh kelopak mataku. Tubuhku yang terbalut selimut tebal masih terasa sedikit kaku dan pegal. Aku membuka mataku perlahan sembari mencoba beradaptasi. Sudut bibirku membentuk sebuah senyuman tipis saat mendapati sosok rupawan di depan mata yang masih terlelap.
Dia yang sudah membuat hidupku yang kelabu menjadi berwarna. Seseorang yang telah memiliki hati, raga, dan duniaku seutuhnya. Seseorang yang jika Tuhan tidak menghadirkannya dalam hidupku, maka aku tak tahu nasib apa yang menghampiriku saat ini. Pria dingin yang menebarkan banyak cinta pada setiap tatapannya padaku. Ya, hanya untukku. Pria yang dengan sentuhannya saja sudah mampu membuatku merasa aman ada di tengah dunia yang penuh bahaya.
Dialah Aldebaran, suamiku. Pria yang dua minggu lalu telah berikrar pada Tuhan dan dunia bahwa ia akan menjadi teman hidupku sekarang dan selamanya. Pria yang dua minggu lalu sudah berjanji pada papaku untuk selalu di sisiku dalam situasi senang atau pun di titik tersulit. Aldebaran Diaz Mahendra, pusat duniaku, cinta terakhirku.
"Pasti capek ya." Kataku seraya mengelus pipinya.
Dia baru tiba di Jakarta sore kemarin setelah empat hari berada di Jogja untuk menunaikan salah satu bagian tugasnya sebagai CEO perusahaan media terbesar di negeri ini. Selain itu, dia juga sedang kejar target untuk bisa menyelesaikan beberapa urusannya dalam pekan ini. Sebab jika semua pekerjaan sudah dibereskan, maka rencananya kami akan segera terbang ke Eropa dan mengunjungi beberapa negara dan kota sesuai list yang sudah kami rancang.
Benar. Sejak dua minggu lalu kami menikah, kami belum bisa berbulan madu seperti pengantin baru kebanyakan. Selain karena kesibukan kami berdua yang belum bisa ditinggalkan sementara waktu, alasan lainnya juga karena beberapa negara di Eropa sedang sering terjadi badai salju dan disana sedang puncaknya musim dingin. Kami berdua pun sepakat untuk berkunjung di penghujung musim dingin saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever After
Fiksi PenggemarSeperti langit dan bumi. Nasib Andin dan Aldebaran memang teramat jauh berbeda. Di saat Andin tertatih berjuang untuk terus hidup di antara luka di sekujur hatinya, di sisi lain Aldebaran sedang menikmati hasil kerja kerasnya. Ironis. Namun bagi mer...