Petang telah berganti menjadi malam. Di ruang perawatannya, Andin baru saja diantarkan asupan makan malam oleh seorang perawat setelah beberapa saat yang lalu dokter memeriksa kondisinya yang semakin membaik sehingga ia telah diperbolehkan untuk mengonsumsi makanan.
Aldebaran tak pernah meninggalkan kekasihnya di ruang perawatan itu, kecuali saat dokter memeriksa kondisi Andin yang memaksanya untuk tinggal di luar ruangan tersebut. Begitu perawat datang membawakan makan malam, pria itu dengan telaten menyiapkan makanan tersebut.
"Waktunya makan..." Ujar Aldebaran sambil membuka plastik yang menutupi piring dan mangkok di atas meja khusus itu yang berisi makanan.
"Akhirnya..." Gumam Andin tersenyum sumringah.
"Laper banget ya?"
"Iyalah, Mas." Jawab Andin membuat Aldebaran terkekeh.
"Harus dihabisin, ya."
"Iya. Sini." Andin meminta piring yang berisi nasi itu kepada Aldebaran, namun pria itu segera menepisnya.
"Biar saya suapin." Timpal Aldebaran membuat Andin menarik kembali tangannya. Diam-diam ia mengulum senyumannya mendapat perlakuan manis dari sang kekasih.
"Pakai ayam, mau?" Andin mengangguk dengan tatapan lembutnya pada pria tampan di hadapannya.
"Sudah berdoa?" Tanya Aldebaran membuat Andin segera memejamkan matanya sesaat.
"Sudah."
"Aaa..." Aldebaran memberikan suapan pertamanya dan Andin langsung menyambutnya dengan senang hati. Pria itu tersenyum lebar mendapati kekasihnya yang bisa makan dengan lahap setelah seharian belum makan apa-apa.
"Saya senang melihat kondisi kamu yang sudah membaik." Tutur Aldebaran dengan tersenyum lembut.
"Cepat sembuh, ya." Lanjutnya sembari mengusap rambut Andin dengan penuh kasih.
"Aamiin. Aku juga berharap begitu, Mas." Keduanya saling melempar senyuman. Lalu Aldebaran pun kembali menyuapkan sesendok nasi beserta lauknya kepada Andin.
Hal itu terus berlanjut hingga makanan yang tertinggal di piring tersebut tersisa sedikit. Andin pun sudah mulai malas-malasan menerima suapan tersebut karena perutnya sudah mulai terasa kenyang. Dan lagi, pikirannya kembali mengingat soal siapa yang menghubungi Aldebaran tadi sehingga pria itu langsung mematikannya. Pria itu sudah berjanji untuk menjelaskan padanya.
"Lagii..." Aldebaran bersiap menyuapi untuk yang kesekian kali, namun kali ini Andin menggelengkan kepalanya.
"Aku sudah kenyang, Mas."
"Sisa dikit lagi."
"Kenyang." Balas Andin dengan wajah sedikit memelas. Aldebaran terkekeh pelan.
"Yasudah kalau begitu." Aldebaran meletakkan piring tersebut ke atas meja dorong yang dibawa oleh perawat tadi, kemudian menyingkirkannya dari hadapan Andin.
"Mas..." Panggil Andin. Aldebaran segera menoleh.
"Iya?"
"Kamu sudah janji kan mau menjelaskan soal tadi?" Aldebaran tertegun, lalu menarik kursinya untuk kembali duduk di sisi bangkar tempat tidur Andin.
"Iya." Balas Aldebaran.
Beberapa saat keduanya sama-sama terdiam sibuk dengan pikiran masing-masing. Andin tampak menunggu kekasihnya itu untuk memberikan penjelasan jujur padanya, sedangkan Aldebaran sedang mengumpulkan keberaniannya untuk mengungkapkan kepada Andin soal apa yang sedang berusaha ia tutupi belakangan ini dari kekasihnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever After
FanficSeperti langit dan bumi. Nasib Andin dan Aldebaran memang teramat jauh berbeda. Di saat Andin tertatih berjuang untuk terus hidup di antara luka di sekujur hatinya, di sisi lain Aldebaran sedang menikmati hasil kerja kerasnya. Ironis. Namun bagi mer...