(29) Malam yang Panjang (18+)

3.1K 308 60
                                    

Bagi yang di bawah umur, tutup mata, tutup kuping, dan tutup kebaperannya ya *loh? wkwk. Author ga tanggung jawab (eh, isinya nggak ada apa-apa, haha)

___________________________

Malam kian larut. Andin bersama Darwin baru saja keluar dari sebuah lift yang mengantarkan mereka menuju kamar masing-masing. Sambil berjalan bersama di lorong-lorong barisan kamar hotel itu, mereka tampak mengobrol perihal hasil pertemuan mereka dengan client beberapa saat yang lalu.

"Untuk desain yang direquest Pak Chandra tadi, apa kamu menyanggupinya kalau besok pagi kita langsung mempresentasikan?"

"Bisa, Pak. Saya akan mengerjakannya malam ini juga." Jawab Andin dengan percaya diri.

"Kamu yakin? Ini sudah jam 11 malam loh, kamu masih sanggup untuk mengerjakannya? Kalau tidak juga tidak apa-apa. Saya akan me-reschedule ke meeting di Jakarta minggu depan." Tawar Darwin karena memahami bahwa Andin pasti sudah amat kelelahan setelah sejak tadi siang mengikuti kegiatannya.

"Saya yakin, Pak. Saya akan mengusahakannya malam ini."

"Oke kalau memang seperti itu. Besok pagi sebelum berangkat survei ke lokasi yang kedua, kita sempatkan meeting sebentar sambil breakfast, bagaimana?"

"Baik, Pak." Ucap Andin, menyanggupi.

"Yasudah, saya ke kamar duluan, ya." Darwin menghentikan langkahnya tepat di depan salah satu pintu kamar.

"Silahkan, Pak."

"Selamat istirahat." Ucap Darwin, tersenyum simpul. Andin membalasnya dengan sebuah anggukan, patuh.

Tak jauh dari kamar Darwin, Andin pun akhirnya tiba di kamarnya. Ia segera menutup dan mengunci pintu kamar hotel tersebut. Sambil memijat pelan tengkuk lehernya, ia berjalan menuju sebuah kursi di dekat jendela kaca. Andin mengaitkan tas pada hanger stand, meletakkan sebuah laptop yang ia bawa ke atas nakas di sampingnya, lalu melepas sepatu heelsnya.

"Huffftt!"

Andin menyandarkan tubuh lelahnya pada pangkal kursi yang sedang ia duduki sambil menatap ke luar jendela, melihat gemerlapnya malam di Bandung yang terasa cukup dingin. Ia mengambil ponselnya dan mengecek pesan-pesan yang masuk yang belum sempat ia buka. Di antaranya terdapat beberapa chat dari Baskara, Andin pun segera memberikan balasannya.

Namun di antara semua itu, ia tak melihat satu pun notifikasi yang datang dari kekasihnya. Sejak telponan mereka siang tadi, pria itu tidak menghubunginya sama sekali. Bahkan untuk sekedar mengirimkan pesan saja tidak. Andin jadi merasa aneh. Sebab setiap malam Aldebaran biasanya selalu memberi kabar meski sekedar mengucapkan selamat tidur melalui pesan.

"Apa dia masih di gala premier?" Gumam Andin sambil menatap layar ponselnya.

"Atau aku telpon saja, ya?"

Tanpa pikir panjang, Andin memutuskan untuk menghubungi Aldebaran lebih dulu. Satu kali ia menelepon tidak ada jawaban. Kedua kalinya, juga masih sama, tidak diangkat. Tumben sekali pria itu tidak menyambut telepon darinya. Apa Aldebaran begitu asyik di acara itu hingga tidak menyadari ponselnya yang berbunyi? Atau mungkin dia sudah tidur?

Andin segera menggelengkan kepalanya. Dalam situasi lelah yang sedang melanda fisiknya, ia tidak seharusnya memikirkan hal-hal yang tidak perlu untuk dipikirkan. Ini sudah larut malam, kemungkinan besar orang-orang juga sudah tidur, termasuk Aldebaran. Mungkin saja kekasihnya mengerti bahwa ia sedang sibuk mengerjakan projek sehingga tidak mau mengganggu dengan chatting ataupun telepon.

Andin pun memutuskan untuk menuju kamar mandi, membersihkan tubuhnya, setelah itu mengerjakan sedikit desain yang tersisa, kemudian baru bisa tidur.

Forever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang